(Trilaksito Saloedji)
Orang-orang sudah dibelai oleh mimpinya
Cengkerik-cengkerik asyik tiup musik
Laguku
serenada malam
Satu-satu
angin nyapa
Kau tak
tidur perjaka
Aku diam
Dia membelai dan diam
Hari sudah malam
Kala itu
aku tulis surat ini
Dan
huruf-huruf yang kurangkai
Aku tuliskan
Aku cinta padamu dik Wati
Cintaku sepenuh hati
Daun dan
semua pepohonan ditelan kelam
Setan-setan
ngintip dari celah-celahnya
Aku tak lihat bias wajah bulan
Dia telah
lari dari pacarnya
Dan aku takut
Dik Wati
Tak mau dengar kata
cintaku
Tak hiraukan kasih
sayangku
Kau lari
pada bulan
Kau
bercanda dengan dia
Sementara itu satu dua
ayam jantan bersuara
Mengusir peri-peri dan
setan-setan
Dari tahtanya
Beri tanda mau runtuhnya
kerajaan malam
Dan angin yang nggelitiki
badan
Menampar dan
mengolok-olok
Kau perjaka
apa
Dihanyut kendalikan perasaan
Matamu membuka selalu
Menantang
malam
Dan menyiram
suburkan emosimu
Tak guna tak
guna
Semua kan lari darimu
Segala-galanya
kan tak
kaupunyai
Betulkah dik
Wati
Kau juga tak
dengarkan kataku
Kau kan biarkan daku
Dan semua kan lari menjauhiku ?
Satu lagu
kuap yang aku denguskan
Beserta
geliat badan
Memula
dengkurku berpeluk dengan ranjang
Esok akan aku
siulkan serenada pagi
Aku nantikan
jawabanmu
Dik Wati*
(Trilaksito
Saloedji)
Bapak Ibu
Dari sekian lama kau lepas aku ke laut bebas
Aku mendayung
antara arus dan gelombang yang buas
Dermaga
beribu dermaga
Mencongak
pinggir segara
Lampunya begitu terang
Di situ telah sedia sepatu jalanan
Tuk nyelusuri malam
yang mengkhawatirkan
Aku lebih baik beku
Sebelum temukan dermaga yang satu
Keteguhan
hati dan doa mu yang selalu kutunggu
Bapak Ibu
Kemudian sampan yang satu punyamu
Sudah merapat di
dermaganya
Camar laut senyum dan
bersuit atasnya
Senja yang cerah
Dan pelabuhan yang pikuk
Oleh kehidupan dan manusianya
Aku belum talikan sampanku
Atas bumi mukaku
Mainan ombak menggelojakkan
Tapi aku akan berlabuh di bumi yang ku citakan
Bapak Ibu
Pabila aku
telah menyatu
Dengan bumi harapku
Dan kubawa dara impianku
Kehadapanmu
Sayangilah dia Bapak
Sayangilah dia Ibu
Seperti kau menyayangi anak-anakmu
Dia gadis yang berhati beludru
Seperti punyamu Ibu
Yang kan membawa ke-apik-an dan kesejukan
Seperti yang kita harapkan
Bapak Ibu
Lepaskan nanti aku hidup bersamanya
Seperti kau dulu dilepas orang-tua orang-tuamu
Karena ini sudah kehendak
Yang Kuasa
Dan akhirnya
Doa restumu kupinta
*
(Trilaksito Saloedji)
Bapak Ibu, kuketuk pintu jendela hatimu
Mulai pagi,
seiring terbitnya mentari
Aku anak jelata, yang tak berpunya
Datang dengan hati terbuka
Bapak Ibu, setelah kau
kuakkan gorden
Aku kagumi seminar
istanamu
Dan dara punyamu, bukan
dara berhati jalanan
Yang patut diagungkan
Bapak Ibu, terimakasih
Atas terbukanya pintu jendela
Kau ijinkan aku bertamu
Dan bercanda dengan permatamu
Dua
burung muda di pepohonan
Bertengger
di balik dedaunan
Rasakan
nikmatnya mentari siang
Angin
lepas, hawa yang bebas
Burung-burung itu ngibaskan ekor-ekornya
Tahu akan masing-masingnya
Bapak Ibu, burung-burung itu punya cerita
Seperti jalan ceritamu
Punya kisah
Seperti kisah-kisahmu
dulu
Setelah
merasa satu
Niat pamit terbangi alam
Dan aku akan minta buah hatimu
Akan meminang anak gadismu *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)