Minggu, 28 Juli 2013

CERITA HUMOR : OMNIVORA

OMNIVORA
(Trilaksito Saloedji)

Sore itu aku bisa duduk santai di teras rumah sambil membaca surat kabar. Istriku menyediakan secangkir teh manis dengan pisang goreng kesukaanku. Lalu datanglah anakku lelaki (kelas 3 SD). Tidak lama kemudian istri dan anakku yang bungsu bergabung di teras itu. Terjadilah dialog ringan yang mengasyikkan.
- ‘’Yah, ayah, sekarang aku sudah tahu’’, kata anakku lelaki sambil menyandarkan badannya dengan manja  ke lenganku.
- ‘’Tahu tentang apa ?’’, tanyaku lalu menarik tubuhnya ke pangkuanku.
- ‘’Ada tiga golongan binatang dilihat dari jenis makanannya’’.
- ‘’Coba sebutkan !’’
Anakku membalikkan badannya lalu menyebutkan :
- ‘’Herbivora adalah golongan binatang yang makan rumput dan tumbuh-tumbuhan lainnya’’
- ‘’Yang kedua ?’’, tanyaku.
- ‘’Karnivora adalah golongan binatang yang makan daging dan binatang lainnya’’
- ‘’Bagus, lalu……’’. Aku belum sampai menyelesaikan  kalimatku terdengar pertanyaan anakku bungsu yang baru masuk Taman Kanak-kanak.
- ‘’Yah, Yah, tumbuh-tumbuhan itu apa sih Yah ?’’
Aku tersenyum dan menjelaskan : - ‘’Contoh tumbuh-tumbuhan adalah rumput-rumputan, sayuran, pohon-pohon……..’’. Dipotong lagi sama si kecil : - ‘’Sayulan kangkung, bayem….ya Yah’’. Aku dan istriku tertawa melihat kelucuannya.
- ‘’Betul sayang, sekarang coba Kakak sebutkan golongan binatang yang ketiga !’’
Anakku lelaki lalu berkata : ‘’Yang ketiga adalah Omnivora, yaitu binatang yang makan segalanya, ya rumput-rumputan, tumbuh-tumbuhan dan daging’’
- ‘’Bagus !’’, aku memujinya sambil mengelus rambut kepalanya. Si kecil lalu berkata :
- ‘’Yah, Yah, Ayah, Bunda, Kakak, Adik, semua makan sayulan, makan kangkung, makan bayem, makan woltel, makan ayam, makan daging …..’’. Ibunya lalu memotong sambil tersenyum :
- ‘’Ya itu namanya ………Omnivora juga !’’
Kami bertiga tertawa, si kecil ikut tersenyum. Aku yakin si bungsu tidak mengerti.* 

CERITA HUMOR : RUANG OBSERVASI

RUANG OBSERVASI
(Trilaksito Saloedji)

Temanku bercerita. Pagi hari itu dadaku sebelah kiri terasa nyeri. Aku segera ke rumah sakit. Dokter klinik yang memeriksa segera mengirimkan aku untuk observasi. Perawat mengantarkan ke ruang ICCU.

Pakaianku diganti dengan pakaian rumah sakit. Ruangannya ber AC. Banyak alat-alat kedokteran di dalam ruang itu. Pasiennya bukan aku saja. Aku tidur di bed. Seorang perawat lalu memasang alat-alat kedokteran ke tubuhku. Berupa kabel-kabel yang ujungnya terasa seperti karet yang menggigit ke kulit, antara lain di dada, kaki dan tangan. Alat lain dipasangkan ke lengan kanan bagian atas. Kesemuanya dihubungkan ke alat kontrol yang bisa menunjukkan angka, grafik atau lampu.

Ketika seorang Dokter Spesialis datang memeriksa, aku bertanya: ‘’ Dok, bagaimana keadaan saya’’. Jawabnya : ‘’Irama jantung Bapak tidak normal, saya harap Bapak tenang-tenang sampai observasi ini selesai’’.  Mau tenang bagaimana. Terkungkung, seperti terpenjara.

Beberapa suara keluhan dan kepasrahan terdengar dari mulut-mulut pasien di ruang yang sama. Ada suara seorang pasien yang sudah kelewat batas. Menyumpah serapah dengan kata-kata yang tidak senonoh. Seorang perawat berusaha menenangkan pasien tersebut. Namun bukannya mereda. Pasien tersebut makin kesetanan, berteriak-teriak. Kemudian keadaan tiba-tiba menjadi senyap.

Aku mendengar langkah beberapa perawat menuju arah pasien yang berteiak-teriak tadi. Terdengar ada yang menarik kain penyekat. Ketika seorang perawat lewat, aku bertanya :  ‘’Sekarang pukul berapa suster ?’’ Katanya : ‘’Pukul sembilan Pak’’. Masya Allah aku di ruang ini sudah dua belas jam. Mata tetap terpicing.

Sayup-sayup terdengar ada orang tertawa dengan suara rendah. Lama-lama suara itu makin keras dan gaduh. Tertawa seperti merasakan geli yang tidak berkesudahan. Kalau begitu aku sempat tertidur. Terjaga karena suara tawa yang tiada hentinya. Ternyata suara tawa itu juga dari seorang pasien di ruang ini. Tiba-tiba suara tawa tersebut hilang seperti ditelan malam. Beberapa waktu kemudian terdengar ada yang mendorong sesuatu keluar ruangan ini. Diiringi suara tangis yang tertahan.  

Suara adzan pagi memanggil orang untuk shalat malam. Lalu aku bertanya kepada pasien di sebelah kanan tempat tidurku : ‘’Mengapa Bapak tidak tidur ?’’ Jawabnya : ‘’ Tidak bisa’’
Tanpa kutanya dia berkata : ‘’Apalagi ada kejadian tadi malam’’
‘’Kejadian apa ?’’, aku tidak mengerti maksudnya.
‘’Tadi malam kan ada dua orang yang meninggal, apa Bapak tidak mendengar ?’’.

Oh mungkin pasien yang menyumpah-nyumpah dan pasien yang tertawa heboh itu yang meninggal.  Aku bergidik  Malaikat pencabut nyawa semalam telah dua kali memasuki ruang ICCU ini.*

CERITA HUMOR : KEMANTEN BARU

KEMANTEN BARU
(Trilaksito Saloedji)

Seorang teman kami, Rusdi sudah bertekad melepas masa bujangnya. Menikah dengan gadis, mantan pacarnya dari Jawa Tengah. Kemudian mendapat sebuah rumah tinggal tidak jauh dari Mess Karyawan bujangan.

Penampilan Rusdi sekarang banyak berubah. Kalau dulu rambutnya acak-acakan, sekarang dipotong pendek, disalut pomade dan disisir rapi. Memakai pakaian dengan dandanan yang layak. Dan senyumnya selalu mengambang di kedua bibirnya yang tebal. Apalagi kalau sedang keluar berduaan dengan istrinya. Kelihatan sangat mesra. Nempel terus seperti perangko.

Gosip di antara teman bujangan, bagaimana mungkin Rusdi yang hitam pendek itu bisa dapat istri yang cantik molek. Di kala  pembicaraan melebar tidak ada ujung pangkalnya, ada yang nyeletuk : ‘’Mungkin sudah takdir Allah untuk memperbaiki keturunan dari garis Rusdi’’. Ada yang menimpali : ‘’Atau memperjelek keturunan dari garis istrinya’’. Yang mendengar spontan tertawa.

Setelah tiga bulan lebih, keadaan Rusdi berubah. Roman mukanya ditekuk, senyumnya tidak lagi menghiasi bibirnya. Apa pasalnya? Ada teman yang bertanya kapadanya. Tetapi tidak ada jawaban dari mulutnya. Yang sering kami dengar adalah keributan demi keributan di rumah kemanten baru itu.

Puncak perang dingin terjadi pada malam Minggu. Ketika itu kami berada di teras Balai Pertemuan yang menghadap jalan raya jurusan Banyuwangi - Surabaya. Kami melihat istri Rusdi menenteng tas pakaian menuju pinggir jalan raya. Diikuti suaminya, yang  terdengar tiada hentinya merayu agar istrinya jangan pergi. Rupanya Rusdi tidak dapat melunakkan istrinya yang keras kepala. Sekarang mereka berdua sudah berdiri di pinggir jalan raya. Mungkin menunggu kendaraan.

Kami kasihan melihat keadaan Rusdi, . Dua orang di antara kami mendekati suami istri itu.
- ‘’Malam-malam begini mau kemana Rus ?’’,tanyaku.
- ‘’Istri saya mau pulang, saya suruh tunda dulu tidak mau’’. Kami menengarai  percekcokan sudah sampai titik kulminasinya. Istrinya diam saja. Di keremangan lampu jalan yang temaram perempuan muda itu kelihatan masih menangis.
- ‘’Lalu Mbak mau naik apa ?’’ Istrinya diam, suaminya yang menjawab :
- ‘’Menunggu Bis ‘Saya Antar Anda’ ke Surabaya’’.
Mendengar keterangan Rusdi, maka ‘akal bulus’ kami terapkan :
- ‘’Lho bis itu barusan lewat. Sekitar sepuluh menit yang lalu’’.
Rusdi menangkap peluang, lalu berkata dengan nada merayu istrinya :
- ‘’Diajeng sudah mendengar sendiri, bahwa satu-satunya bis malam ke Surabaya sudah lewat. Ayo kembali. Nanti kalau saya sudah mendapat ijin saya antar’’.
- ‘’Janji ?!’’, sambut istrinya. – ‘’Betul saya berjanji’’
Akhirnya kedua suami istri itu kembali ke rumahnya.

Beberapa hari kemudian Rusdi meyatakan terima kasih atas ‘campur tangan kami’, sehingga istrinya mau balik ke rumah. Dia juga menceritakan bahwa pada hari Minggu istrinya sakit. Lalu pada hari Senin pagi diantarkan ke Puskesmas. Setelah diperiksa Dokter diketahui bahwa isterinya …… hamil.
Mungkin karena bawaan kehamilannya maka perempuan itu uring-uringan saja kepada suaminya

CERITA HUMOR : HUMOR DI HOTEL BERBINTANG

HUMOR DI HOTEL BERBINTANG
(Trilaksito Saloedji)

Waktu itu hotel berbintang dengan bangunannya yang menjulang tinggi di Pulau Bali adalah Bali Beach Hotel. Kemegahannya patut dibanggakan.
Pada akhir tahun, kami karyawan pimpinan mendapat kesempatan untuk berlibur dan menginap di hotel tersebut.

Banyak cerita menggelikan yang ku dengar dari teman-teman. Seorang teman ke kamar mandi, tidak menyadari kalau memutar kran air panas. Kemudian betapa terkejutnya mendapatkan semprotan air panas.  Teman yang lain mencari gayung air tidak ada. Sehingga tidak jadi be-a-be dan mandi.

Suatu kejadian yang benar-benar menggelikan yaitu ketika akan check out. Seorang teman disodori nota pembayaran. Setelah dibaca, dia menggerutu karena merasa tidak mengambil minuman dingin dari kulkas. Hampir bersitegang. Untung istrinya segera mengingatkan bahwa kedua anak remajanya telah menguras isi kulkas ketika ayah bundanya sedang tidur atau keluar kamar.

Sebagian besar di antara kami sudah di luar hotel, menunggu bis untuk pulang. Tiba-tiba terdengar suara benturan keras : ‘’Braaak’’. Kami menoleh asal suara. Masyaallah ada seorang teman  di dalam lobby yang berdiri kesakitan ………karena menabrak dinding kaca tembus pandang. Mungkin karena terburu-buru dia tidak mengira kalau ada pembatas dinding kaca tebal, antara lobby dengan teman-temannya yang sudah berkumpul (di luar).

Senin, 01 Juli 2013

CERITA HUMOR : DOA ORANG TERANIAYA

DOA ORANG TERANIAYA
(Trilaksito Saloedji)

Ketika aku menghadiri Temu Lapang di PG. Krebet beberapa tahun yang lalu, masih menyisakan kenangan yang tidak terlupakan. Acara terakhir istirahat di Sendang Biru. Makan siang sambil rekreasi. Pantainya indah. Suasananya teduh karena dinaungi pohon-pohon yang sudah besar. Antara lain pohon waru. Beberapa perahu nelayan ditambatkan di pinggirnya. Di muka pantai tampak Pulau Sempu, kokoh menghijau. Seolah membentengi pantai Sendang Biru dari gempuran ombak Lautan Hindia. Terdengar debur ombak yang menggelegar tiada hentinya.  Membuat cemas hati orang-orang yang baru sekali mengunjunginya.

Beberapa teman sepakat mengelilingi pulau Sempu dengan menyewa perahu layar motor milik nelayan. Seorang teman awalnya tidak mau ikut. Dipaksa dan dirayu tetap tidak mau, ada saja alasannya. Sebagian teman mentertawakan. Kata mereka, mungkin dia takut mabuk laut. Akhirnya dia mau ikut (mungkin terpaksa)

Kami naik ke perahu. Pengemudi perahu layar motor ini mulai menghidupkan mesinnya. Dengan riang kami melihat sekeliling. Kecuali teman yang ikut karena terpaksa itu. Dia diam tampak tepekur. Di sebelah kiri yaitu Pantai Sendang Biru. Di sebelah kanan adalah Pulau Sempu. Air selat di antara keduanya cukup tenang. Karena letak selat ini terlindung Pulau Sempu maka tidak begitu besar gejolak ombaknya. Tetapi siapa tahu arus di bawahnya kuat sekali.

Belum sepuluh menit perahu berlayar di selat itu, terdengar mesinnya batuk-batuk. Kemudian mesinnya mati. Pengemudinya sibuk memperbaiki. Mesin hidup sebentar. Belum lima menit, lalu mati lagi. Demikian beberapa kali. Akhirnya ada yang usul,  kembali saja. Daripada nanti sesampai di pantai pulau Sempu yang menghadap Lautan Hindia (dengan debur ombaknya besar dan menggelegar) terjadi apa-apa.

Setelah mendarat kembali, beberapa teman menyatakan kekecewaannya. Tetapi teman yang terpaksa ikut tadi, hanya senyum-senyum. Mungkin ketika nampak tepekur tadi dia berdoa. Doanya orang teraniaya. Didengarkan dan dikabulkan Allah SWT.

CERITA HUMOR : KELAS KUTU

KELAS KUTU
(Trilaksito Saloedji

Setelah Dhuhur aku sampai di lahan ‘persil’ (HGU = Hak Guna Usaha) yang dibuka dengan traktor. Aku masih di atas kendaraan ril yang dinamakan ‘draisin’. Nampak ada sebuah ‘traktor crowler’ di pinggir kebun. Mesinnya dalam keadaan mati. Pengemudi dan pembantunya tidak tampak. Mestinya siang ini mereka masih bekerja. Malah telah disetujui mereka lembur sampai dengan pukul lima sore.

Kutunggu beberapa lama. Mandor kebun pun tidak muncul. Angin sepoi-sepoi membuat mata mengantuk. Kulihat arloji, tidak terasa aku di sini sudah lebih setengah jam. Untuk menghilangkan rasa kantuk aku turun dari draisin. Melihat sekeliling kebun yang sangat luas. Ada tebu yang tua, ada tebu muda dengan daun menghijau sedap dipandang mata. Ada tanah kosong yang akan/sedang dibuka secara mekanisasi seperti kebun dihadapanku ini.

Dengan membawa ‘tongkat kebun’ aku berjalan menuju traktor crowler itu. Berbagai pikiran berkecamuk. Apakah pengiriman solar terlambat? Atau pengemudinya sedang pulang untuk suatu keperluan ?. Makin dekat ke traktor, kuamati ‘roda krepyak  traktor’ tersebut. Begitu kokoh dan fleksibel. Aku tidak tahu apakah sistem roda krepyak ini diterapkan lebih dahulu pada kendaraan tank Militer ataukah pada traktor crowler ini ?

Lalu terbayang di kenanganku. Dulu kami siswa Sekolah Pertanian berebut mengemudikan traktor sewaktu praktek kerja membajak tanah. Tetapi setelah aku bekerja tidak ada keinginan sedikitpun untuk mengemudikannya.

Siang ini, tiba-tiba ada keinginan untuk naik dan duduk di belakang kemudi. Dalam sekejap aku sudah di atas. Melihat sekitar kemudi. Masyaallah, ada dua ekor ikan asin digantung dengan rafia. Dan di mukaku, di atas daun dan kertas terhampar nasi yang sudah diacak-acak, ada sambal, tempe goreng dan sayur kacang panjang. Ada apa ini? Apa maksudnya semua ini? Kalau aku di muka cermin mungkin roman mukaku nampak kemerahan membara karena marah.

Kesimpulanku : ada yang tidak beres. Maka sopir draisin kusuruh menjemput mandor kebun setempat yang rumahnya di ‘perkampungan persil’. Setelah mandor itu berada di mukaku, kutunjukkan apa yang kulihat tadi. Dia tidak tahu atau berlagak pilon terhadap situasi ini.
‘’Kebun ini tanggung jawab siapa ?’’ tanyaku.
‘’Saya Pak’’
‘’Siapa yang menyediakan makan siang untuk pengemudi ?’’
‘’Saya Pak’’
‘’Mengapa terjadi seperti ini ?’’
‘’Tidak tahu Pak’’
Aku mulai marah : ‘’Seharusnya kamu tahu. Kamu menyediakan makanan tidak sesuai dengan ketentuan jatah. Kelebihannya kamu ambil untuk keuntunganmu sendiri’’
Mandor itu diam dan menunduk.
‘’Baik kalau kamu tidak mengakui kesalahanmu. Jika besuk pagi pengemudi dan pembantunya tidak datang, atau datang tetapi tidak mau bekerja, semua itu adalah kesalahanmu. Kamu harus bertanggung jawab. Sampai besuk pagi, kita bertemu di sini. Mandor itu tetap tertunduk.
Sinder Wilayah tempat kejadian tersebut, saya tegor. Saya minta besuk pagi masalah ini selesai dan pekerjaan di kebun berjalan normal kembali.

Nasib ‘koruptor kelas kutu’, belum sampai menggigit ‘mangsanya’ sudah tertangkap.

CERITA HUMOR : KESASAR

KESASAR
(Trilaksito Saloedji)

Hari Minggu pagi, kami ketempatan pertemuan Haji (rombongan kami dulu). Pukul 10.30 para tamu sudah banyak yang hadir. Pengurus yang mengatur acara pertemuan. Biasanya ada siraman rohani, atau ceramah kesehatan. Kedua hal tersebut diberikan oleh anggauta sendiri, karena banyak pakar agama dan kesehatan (dokter) yang tergabung dalam paguyuban ini.

Sambil menunggu yang belum hadir aku duduk dekat pintu. Kemudian datanglah seorang lelaki mengendarai motor. Aku keluar menyambutnya. Ternyata yang datang bukan anggauta Paguyuban ini, dan belum kukenal. Dia bertanya : ‘’Apakah ini rumahnya Pak ……To ?’’, rupanya dia kurang hafal nama yang diucapkan, buktinya dia membuka-buka notesnya tetapi tidak ketemu yang dimaksud.
Aku bertanya : ‘’Maksud Bapak ….. Trilaksito ?’’. Tamu itu menggangguk sambil berkata terbata-bata : ‘’ Ya…ya ….Pak To……Pak Trilaksito’’.

Tamu kupersilakan masuk. Rupanya di antara yang hadir sudah banyak yang mengenalnya. Beberapa orang mempersilakan sambil berkata : ‘’Oo Pak Ustadz, mari silakan masuk’’
Aku tenang-tenang saja. Kukira Pengurus yang mengundangnya. Tetapi belum sempat berbicara dengan aku. Lalu aku menyiapkan amplop dan isinya untuk honorarium Pak Ustadz.

Acara ‘’Siraman Rohani’’ berjalan lancar, kemudian masih ada acara ibu-ibu sebelum makan siang. Pak Ustadz minta ijin untuk meninggalkan pertemuan lebih dahulu.

Pada acara santai sambil makan siang, pengurus Paguyuban ini bertanya kepadaku :
‘’Apakah Pak Tri yang mengundang Pak Ustadz tadi ?’’  Disertai rasa terkejut dan heran aku menjawab apa adanya : ‘’Lho kukira malah Pengurus yang mengundang beliau’’.
Rupanya istriku mendengar pembicaraan ini, lalu nyeletuk : ‘’Mestinya siang ini ada pengajian PKK di rumah Bu Sumarto di Jalan Bunga Songgolangit juga (jalan yang sama dengan rumahku). Apakah beliau diundang ke pengajian itu, namun kesasar kesini ya?’’ Hal ini lalu menjadi perbincangan ramai dan menggelikan.

Beberapa hari kemudian istriku bertemu dengan Bu Sumarto, menanyakan acara pengajian hari Minggu yang lalu di rumahnya. Jawabnya : ‘’Wah kacau Bu. Ustadznya tidak datang. Ditilpun kerumahnya, kata istrinya sudah berangkat ke Jalan Bunga Songgolangit. Ditunggu sampai menjelang Dhuhur tidak datang juga. Maka ibu-ibu setelah makan lalu pulang.
Istriku nyeletuk : ‘’Apakah Ustadz tersebut yang menghadiri pertemuan haji di rumah saya ya Bu?’’  Bu Sumarto bertanya : ‘’Apakah Bu Tri mengundangnya ?’’
‘’Tidak. Pengurus Paguyuban juga tidak mengundang. Tapi beliau datang sendiri dan memberi ceramah. Rupanya yang mengundang Bu Sumarto kesasar ke rumah Bu Trilaksito’’.

CERITA HUMOR : NAMA MAKANAN ( 2 )

NAMA MAKANAN ( 2 )
(Trilaksito Saloedji)

 Kejadiannya di Jakarta. Karena sudah waktunya makan siang, aku diajak kakakku masuk ke sebuah depot. Belum sampai pantatku menyentuh bangku panjang , ada seseorang yang baru masuk nyeletuk :
- ‘’Maradona satu’’
Kutunggu, aku ingin tahu apa yang disuguhkan. 
- ‘’Bapak pesan apa ?’’ tanya pelayan depot.
Jawabku singkat : - ‘’Tunggu dulu’’.

Aku melongokkan kepala ke pelayan yang menghidangkan kepada tamu tadi.
Ternyata ‘’maradona’’ adalah semangkok ‘’sop kaki kambing’’ yang masih panas dengan sepiring nasi. Nampaknya nikmat sekali hidangan itu. Aku dan kakakku pun pesan ‘’Maradona’’.

Ketika kami baru saja menyantap hidangan, ada seorang lelaki yang sedang menghadapi hidangannya, nyeletuk. -‘’Handuknya Bang’’.  Kuperhatikan pelayan yang mengantar pesanan tersebut, ternyata yang disebut handuk itu adalah ‘’babad’’ putih yang diiris-iris.

Ketika kami baru setengah jalan menyantap hidangan, seorang lelaki yang baru masuk langsung pesan makanan sebelum duduk.
- ‘’Pengacara Bang….satu !’’.  Batinku : ‘’Makanan macam apa pula itu’’. Setelah pesanan itu dihidangkan ternyata ‘’lidah kambing’’ dengan beberapa makanan yang menyertainya. Ada-ada saja ulah orang Metropolitan ini.

Belum habis keherananku, datanglah orang yang masih muda berkata kepada pelayan : - ‘’Komputernya satu Bang’’. Masyaallah makanan apa pula ini. Setelah orang muda itu mulai menyantap. Ternyata hidangan itu adalah ‘’otak kambing’’ dengan kelengkapannya.

Aku geleng-geleng kepala. Ternyata orang modern itu rakusnya kelewatan. Maradona, handuk, pengacara dan computer, dilahap semuanya.

CERITA HUMOR : ‘’ENAK DONG KALAU HANYA BEGITU’’

‘’ENAK DONG KALAU HANYA BEGITU’’
(Trilaksito Saloedji)

Cucuku mengikuti tes masuk Sekolah Dasar. Setelah selesai aku bertanya :
‘’Pak Guru atau Bu Guru tadi tanya apa ?’’
‘’Banyak Eyang’’, jawabnya seperti tanpa beban.
‘’Coba ceritakan kepada Eyang’’
‘’Aku dipanggil masuk ke kelas, di meja dekat pintu aku ditanya : ‘Namamu siapa, kapan kamu dilahirkan, siapa nama ayah dan ibumu ?’. Lalu aku disuruh ke meja sebelahnya, pertanyaannya sama Eyang’’
‘’Kamu bisa menjawab ?’’.  
‘’Bisa dong Eyang’’.

Kemudian dia melanjutkan ceritanya : ‘’Di meja berikutnya aku disuruh menyanyi Garuda Pancasila. Lalu disuruh menghafalkan doa mau tidur dan doa mau makan. Terus menghafal Surat Al Kautsar’’
‘’Kamu bisa ?’’
‘’Bisa dong Eyang. Di meja lainnya Pak Guru menunjukkan gambar-gambar yang berwarna. Lalu ditanya ini warna apa, bahasa Inggrisnya apa ?’’
‘’Sudah selesai ?’’
‘’Belum Eyang, aku disuruh ke meja lain, ditanyai angka-angka dan huruf-huruf’’

Aku menggelengkan kepala beberapa kali sambil mengeluarkan suara :  ‘’cek…cek…cek…cek’’, dan berkata : ‘’Bukan Main’’.
Cucuku bertanya : ‘’Kena apa Eyang ? Apakah Eyang dulu dites seperti itu juga ?’’
‘’Oh tidak, anak-anak dites dengan cara begini’’.

Aku berdiri memperagakan cara tes anak yang mau masuk Sekolah Rakyat (sekarang SD atau Sekolah Dasar), sambil berkata :  
‘’Seorang anak disuruh berdiri di muka seorang guru. Lalu tangan kanannya disuruh angkat ke atas. Kemudian tangan tersebut dilipat ke kiri dirapatkan ke kepala. Kalau jari tangan kanan tersebut sudah sampai di telinga kiri berarti anak itu bisa masuk ke kelas satu.

Cucuku tersenyum heran kepadaku, sambil berkata : ‘’Enak dong kalau hanya begitu’’
Aku tertawa. Entah menertawai diriku sendiri. Atau menertawai cucuku. Atau menertawai zaman yang banyak berubah, namun manusianya banyak berulah.

CERITA HUMOR : ‘’CING’’ RIKATNO

‘’CING’’ RIKATNO
(Trilaksito Saloedji)

Sudah lama aku bersahabat dengan Rikatno, temanku. Selama ini kami tidak pernah berselisih. Kami bisa menjaga perasaan diri masing-masing. Sehingga persahabatan kami baik-baik saja.

Ketika aku duduk bersama dia di beranda rumahnya, datanglah seorang lelaki setengah baya bersama keluarganya. Temanku menyapa tamunya dengan akrab dan hormat. Aku heran lelaki  dan istrinya itu selalu memanggil temanku dengan sapaan ‘’Cing’’. Pikirku meskipun lelaki itu sudah beranjak tua tetapi dilihat dari nasab keluarga, temanku adalah ‘’paman’’ mereka.

Pada kesempatan lain aku dan Rikatno bertemu dengan lelaki lain yang jauh lebih tua. Menyapa temanku dengan kata ‘’Cing’’ juga. Aku heran, apa mungkin lelaki setua itu ‘’kemenakan’’ temanku ? Kalau kata ‘’Cing’’ itu nama depan temanku, aku belum tahu. Rikatno belum pernah bercerita kepadaku.

Karena rasa heran yang menyesak dada, aku bertanya :
‘’Dalam keluarga, apakah ayah ibumu yang tertua ? Sehingga kamu dipanggil ‘’paman’’ oleh keluarga kamu yang usianya jauh lebih tua ?’’ Temanku tidak segera menjawab,hanya tersenyum simpul, lalu berkata : ‘’Karena kamu sahabatku maka aku akan bercerita hanya ke padamu :

- ‘’Kejadiannya ketika aku masih kelas empat Sekolah Dasar. Waktu itu beberapa keluarga kami bertamu menginap di rumah orang tuaku. Sekitar pukul sembilan malam aku buang air besar. Lama baru terasa ada yang keluar dari duburku, tetapi heran tidak mau jatuh kebawah. Setelah kulihat ternyata ‘’cacing’’ menggantung. Maka aku berteriak-teriak. Sehingga orang serumah pada terkejut dan menghampiri aku. Seorang pamanku dengan cekatan melihat dan bertindak. Cacing itu ditarik keluar perlahan-lahan. Setelah itu semua keluargaku memberi nama panggilan ‘’Cing’’. Awalnya aku marah, namun lama-lama menjadi biasa. Orang yang tidak mengerti mengira aku adalah ’paman’ mereka’’. Kami berdua lalu tertawa.

CERITA HUMOR : BARTER

BARTER
(Trilaksito Saloedji)

Sopirku bernama Bahra. Sudah beberapa tahun bekerja bersamaku. Dia pernah bercerita mempunyai saudara di Kayumas. Sebuah Perkebunan Kopi milik PTP Aneka Tanaman. Terletak di lereng sebelah Barat Laut gunung Ijen. Tiga puluh kilometer dari jalan raya arah ke Situbondo.
Dia berkata bahwa sudah beberapa tahun tidak menjenguk saudaranya. Persil / Perkebunan adalah tempat yang sepi. Tidak dijumpai warung makan maupun toko pracangan.
‘’Begini saja’’, aku berkata kepadanya : ‘’Ayo hari Minggu depan kita pergi kesana. Nanti aku akan mengajak dua atau tiga orang teman lagi’’. Dia menyambut dengan senang hati. Lalu dia mengirim surat kepada saudaranya itu, dititipkan sopir truk yang setiap hari naik ke Perkebunan itu. Aku bertanya : ‘’Kalau tidak ada warung lalu kita makan di mana?’’ Jawabnya : ‘’Biarlah di rumah saudara saya, nanti Bapak bawa oleh-oleh gula.

Kami jadi pergi berlima. Bujangan semua kecuali Bahra. Bujangan kemana pergi tiada yang melarang. Benar juga. Yang jelas selalu mengantongi uang. Aku membawa gula dua kantong masing-masing lima kiloan. Teman-temanku tidak ada yang tahu.

Jalan menuju Kayumas sangat sempit dan menanjak serta berkelok-kelok. Jika berpapasan dengan kendaraan lain, salah satu harus berhenti. Kiri dan kanan jalan  adalah jurang atau tanah yang agak rendah ditanami kopi. Beberapa kilometer dari Kayumas ada sebuah Pos Pemantau. Sebelum kendaraan naik ke Kayumas, kendaraan harus berhenti dulu menunggu Pemantau tilpun ke Pos atas. Apakah ada kendaraan yang turun dari atas. Demikian juga bila kendaraan yang akan turun menunggu keterangan dari Pos bawah, apakah ada kendaraan yang naik.

Sampai di atas hawanya sejuk ke arah dingin. Jalan persil mulus, di kiri kanannya ditanami kopi. Kita menyusuri jalan yang berkelok-kelok menanjak menuju perumahan persil yang terjauh. Daerah di atas persil itu ditumbuhi/ditanami cemara.

Hawa yang dingin dan waktunya makan siang. Beberapa temanku sudah mulai gusar. Ada yang berandai-andai jika membawa makanan, betapa nikmatnya. Ada yang bertanya : ‘’Pak Bahra apakah ada warung di sekitar sini ?’’ Jawabnya : ‘’Tidak ada Pak’’
‘’Kalau begitu bawa uang tidak laku nih’’
Aku menyahut : ‘’Ayo mana uangnya nanti kita bisa makan di sini’’.
Aku lalu memberi kode kepada Bahra. Dia lalu mengarahkan kendaraan menuju rumah saudaranya. Disitu kita dijamu makan. Aku barter dengan gula satu kantong.

Ketika mau pulang kita mampir ke petani sukses yang menanam apel manalagi. Di situ kita dijamu apel dan masing-masing diberi satu kilogram apel. Ketika kami menanyakan berapa yang harus kami bayar ? Si empunya rumah dan kebun appel itu menolak pembayaran. Teman-teman tidak tahu bahwa Bahra sebelumnya sudah menyerahkan oleh-oleh sekantong gula. Mengherankan, di abad sputnik, di sini masih menggunakan sistem ‘barter’. 

CERITA HUMOR : KENYANG

KENYANG
(Trilaksito Saloedji)

Kami berdua mengunjungi anak (dan anak menantu) cucu di Yogya. Selama di kota ini, kami diajak ke tempat-tempat wisata. Di Kaliurang, aku terkesan akan pemandangan gunung Merapi yang berdiri megah dan gagah. Gunung dengan kehijauan tetumbuhannya seolah penuh kedamaian. Tetapi kalau sedang berulah jangan dikata. Sudah banyak memakan korban.

Di Parangtritis aku sempat menikmati naik kereta (kuda) mini sepanjang pesisir yang berpasir. Ombak Lautan Hindia yang biasa dinamakan ‘’Laut Kidul’’ suaranya bergemuruh  menakutkan.

Sebenarnya sudah beberapa kali kami ke Candi Borobudur. Namun kini lebih dipersolek dengan tatanan yang teratur. Tidak bosan-bosannya kami menikmati karya agung warisan budaya bangsa. Yang membosankan dan melelahkan adalah ‘’dipaksa’’ berjalan memutar (seperti spiral) melewati pasar kerajinan khas daerah.

Sebelum kunjungan kami di Yogya berakhir, dibawa keliling kota dan wisata di kota Yogya. Mengunjungi musium kraton Yogya, ke Pasar Bringharjo dan Malioboro Mall. Setelah lelah, diajak naik kereta kuda. Aku duduk di samping Pak Kusir, yang lain duduk di belakang dan ada yang menghadap ke belakang. Setelah turun di Malioboro lagi, badanku terasa lesu, aku pikir karena kelelahan. Mengikuti saja ketika kemudian diajak ke rumah makan. Tetapi aku tidak berselera untuk makan, hanya pesan es degan saja. Meskipun anak cucu memaksa untuk makan, aku hanya minta dipesankan satu porsi nasi gudeg komplit untuk dibawa pulang.

Ketika dalam perjalanan pulang, cucuku berkata :
‘’Kenapa sih Yangkung tadi tidak makan ?’’
‘’Yangkung masih kenyang’’
‘’Ah masak, makan paginya kan sudah tadi’’
‘’Ya Yangkung kenyang dengan ………..pemandangan kotoran kuda dan baunya yang………… masyaallah ……. Sehingga perut rasanya seperti diaduk-aduk’’
Seluruh penumpang di mobil tertawa. Lagi-lagi cucuku berkata : ‘’Yangkung sih, memilih duduk disamping Pak Kusir !!’’ * 

CERITA HUMOR : TERTANGKAP BASAH

TERTANGKAP BASAH
(Trilaksito Saloedji)

Setelah mendapat ijin dari atasanku, hari Sabtu pagi aku pergi ke Malang. Naik bis dari halte bis terdekat. Aku duduk di kursi sebelah kiri deret kedua dari muka. Beberapa kursi yang masih kosong ada di bagian belakang. Sekitar lima kilometer kemudian, bis berhenti menaikkan penumpang. Dari jendela aku tahu dan kenal lelaki yang baru naik itu. Orang itu masuk dari pintu belakang, mungkin duduk di kursi belakang.    

Aku ingat pesan atasanku : ‘’Anak buahmu yang satu itu sering membolos lho Dik’’. Aku pun menyanggupi untuk membinanya. Aku sering berpesan kepadanya agar bekerja yang baik sesuai prosedur. Jika ada keperluan yang sangat penting perlu meninggalkan pekerjaan, lebih baik bicara terus terang kepadaku. Seminggu dua minggu memang dia menjadi baik. Sekarang rupanya perilaku yang buruk itu kambuh lagi.

Pagi ini aku sudah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa dia mangkir. Maka akan kuawasi kemana perginya. Kalau dia turun di Probolinggo, aku akan turun pula di situ. Ternyata dia masih meneruskan perjalanan. Sampai di terminal Pasuruan kulihat dia turun, mungkin tujuannya ke kota ini. Akupun segera turun. Dia tidak tahu kalau aku ada di dekatnya. Ternyata dia menuju bis yang akan ke Malang.

Bahunya kutepuk dari belakang, dia memalingkan muka. Setelah dia tahu siapa yang ada di sampingnya, ada perubahan warna di mukanya. Agak kecut karena terkejut. Untuk menutupi kesalahan dirinya dia berkata : ‘’Lho Bapak kok ada di sini ?’’ Pemain watak dan kurang ajar benar orang ini. Kataku : ‘’Seharusnya saya yang bertanya mengapa sepagi ini anda sudah di sini. Seharusnya kan masih bekerja ?’’ Dia tertunduk dan menggumamkan kata : ‘’Saya minta maaf Pak’’. *

CERITA HUMOR : PEKAK

PEKAK
(Trilaksito Saloedji)

Kami mempunyai seorang pembantu perempuan di rumah. Sudah tua dan kurang pendengarannya. Namun kesetiaan dan kejujurannya perlu diacungi jempol. Suatu hari sejak pagi aku dinas keluar kota. Sore baru sampai di rumah kembali. Setelah makan malam istriku bercerita

- ‘’Tadi aku menghadiri rapat di Balai Pertemuan. Baru setengah jalan, tiba-tiba Jeng Ina (tetanggaku) menyusul aku supaya pulang karena Simbok menangis. Dalam perjalanan pulang Jeng Ina berkata : ‘’Simbok menangis dan berteriak kebingungan di halaman rumah. Kebetulan saya ada di depan. Saya tidak mengerti ada kejadian apa’’. Mendengarnya, aku mulai gusar. Tanda tanya memenuhi benakku. Ada apa gerangan ?

Sampai di rumah, Simbok masih menangis. Melihat kedatanganku dia segera bercerita dengan bahasa Jawa logat Madura yang bisa kumengerti : ‘’Tadi ada Polisi tanya apakah ini rumah Bu Tri. Saya jawab : ‘benar’. Lalu dia memberitahu bahwa anak Bu Tri bernama Danang mengalami kecelakaan di Lumajang’’.

Aku bingung. Tidak tahu apa yang harus kulakukan. Pikiranku kalut, membayangkan kejadian tragis yang menimpa anakku. Jangan-jangan dia ditabrak sepeda motor ketika sedang berjalan atau menyeberang jalan. Atau dia diajak temannya naik sepeda motor lalu mengalami kecelakaan. Mungkin melihat keadaanku, Jeng Ina mempunyai inisiatip tilpun salah seorang ibu yang mengikuti rapat.

Tidak lama kemudian beberapa ibu-ibu sudah berada di rumahku. Setelah jelas ceritanya aku diantar dengan mobil oleh beberapa ibu ke Lumajang. Aku hanya mengikuti prakarsa ibu-ibu. Pertama ke kantor Polisi Lalu lintas menanyakan adanya kecelakaan hari ini. Agak lega, Polisi mengatakan bahwa sampai dengan siang hari tidak ada kecelakaan sepeda motor.

Setelah itu ada seorang ibu yang mengajak melihat ke rumah sakit dengan alasan mungkin saja ada kecelakaan yang tidak dilaporkan ke Polisi. Tetapi kalah suara dengan ibu-ibu yang mengajak ke sekolah SMAN di mana anakku sekolah. Kepala Sekolah yang menerima kami juga terkejut. Maka beliau minta waktu untuk melihat di kelas. Menunggu kembalinya Bapak Kepala Sekolah rasanya aku tidak sabar. Alhamdulillah Bapak Kepsek kembali ke kantor bersama anakku, yang segar bugar.

Selama perjalanan pulang aku menyatakan rasa syukur kepada Allah SWT. Sedangkan ibu-ibu tak henti-hentinya membahas berbagai motif  adanya berita bohong ini.

Mendengarkan cerita istriku, aku memaklumi bagaimana bingungnya jika mendengar berita kecelakaan yang menimpa  keluarganya.
Dua hari kemudian ketika aku berjalan pulang dari kantor bersama sejawatku yaitu Pak Sutar. Beliau mengatakan bahwa nanti sore akan ke Lumajang menjenguk kemenakannya yang dua hari lalu mengalami kecelakaan sepeda motor. Aku menjadi tertarik untuk menanggapinya.
‘’Apakah keponakan Pak Sutar sekolah SMA ?’’ Dia mengangguk.
‘’Siapa namanya ?’’ Jawabnya : ‘’Nanang’’.  Tanyaku : ‘’Maaf  Pak, nama Ibu Sutar siapa ?’’
‘’ Sri Sulastri’’. Rupanya dia heran, sehingga terlontar pertanyaannya : ‘’Pertanyaannya kok rinci betul, ada apa ?’’  Jawabanku : ’’Begini Pak, dua hari yang lalu ada seorang Polisi datang ke rumah, diterima Simbok. Katanya Polisi tersebut, putra bu Tri yang bernama Danang mengalami kecelakaan sepeda motor’’.

Dasar telinga Simbok pekak, Nama bu Sri di dengar bu Tri, nama Nanang didengar Danang. Sehingga membuat gusar orang banyak. *

CERITA HUMOR : TESTIMONI

TESTIMONI
(Trilaksito Saloedji)

Setelah dinas di daerah berpuluh-puluh tahun, akhirnya aku dimutasi ke Surabaya. Bekas rumah dinas yang kutempati bersama keluarga, kabarnya akan ditempati Pak Djaya sejawatku.

Tiga bulan kemudian Pak Djaya  dimutasi ke Surabaya. Meskipun dia ditempatkan di bagian lain, tetapi tinggal di Mess yang sama. Sehingga tiap hari bisa ketemu, kemanapun kami pergi selalu bersama-sama. Suatu malam dia berkata :
- ‘’Pak Tri, bekas rumah dinas Pak Tri yang saya tempati itu sebenarnya enak. Hawanya sejuk, penuh kedamaian. Tanaman buahnya banyak. Terutama pisang, sampai berlebihan dan diantar ke tetangga’’
- ‘’Syukurlah Pak Djaya, yang saya rasakan pun demikian juga’’
- ‘’Sebenarnya saya sekeluarga masih kerasan di sana, tetapi mau apa. Kalau dimutasi ya harus berangkat’’
- ‘’Ya begitulah, namanya karyawan harus siap ditempatkan di manapun juga’’.

Rupanya kenangannya terhadap rumah dinasnya masih membekas, katanya :
- ‘’Rumah itu selain sejuk dan penuh kedamaian juga ‘ngrejekeni’ (mendatangkan rezeki)’’.
- ‘’Ah masak, kok Pak Djaya bisa berkata seperti itu ?’’, tanyaku.
- ‘’Betul Pak, selama saya di sana mendapat kiriman salak satu keranjang dan jeruk keprok satu keranjang’’.
- ‘’Dari siapa ?’’, aku bertanya karena penasaran.
- ‘’Yang mengantar hanya bilang untuk Bapak sekeluarga di rumah dinas ini’’
- ‘’Oo begitu’’.  Pikiranku lalu berkelana. Baru ingat kenalan baikku di Klampokarum (yang punya kebun salak) dan yang di Kedungrejo (yang punya kebun jeruk) pernah bilang :
- ‘’Kalau panen akan saya kirimi Pak Tri’’. Tetapi ketika aku pindah ke Surabaya tidak sempat pamit ke rumah mereka atau memberi kabar. Setelah kami berdua diam cukup lama, aku berkata :
- ‘’Mungkin kenalanku yang di Klampokarum dan di Kedungrejo yang mengirim salak dan jeruk itu’’. Pak Djaya melongo dan berkata pelan : ‘’Jadi itu semua untuk Pak Tri ?’’. Seperti terbangun dari tidurnya, dia kemudian menyatakan permintaan maaf. Akupun memaafkan dan terimakasih atas ‘’Testimoni’’-nya.*  

CERITA HUMOR : TERKECOH

TERKECOH
(Trilaksito Saloedji)

Waktu itu aku baru saja bekerja. Untuk sampai ke tempat kerja, perusahaan menyediakan kendaraan di atas ril berupa semacam becak beroda besi dengan pengayuh dua orang. Kalau kendaraan itu berjalan suaranya gaduh, maklum besi beradu besi. Apalagi kalau sedang melewati sambungan ril, rasanya ada hentakan yang terasa ke badan.

Pagi hari aku menyelesaikan administrasi di kantor. Setelah selesai menuju ke emplasemen transportasi. Karena kendaraan itu parkir di situ. Lalu ke kebun.Demikian jadwalku  rutin..
Suatu hari ketika aku akan berangkat, dipanggil Kepala Transportasi. Meskipun aku bukan bawahannya langsung, aku tidak menolaknya, karena dia sudah senior. Aku diminta mengantarkan seorang tamu istimewa ke kebun. Dengan pesan supaya dilayani dengan baik.

Tamu itu seorang pemuda seumuran dengan aku . Akhirnya aku duduk bersama di becak ril tersebut. Ketika berkenalan dia menyebut namanya Leksi. Dia membawa tas yang dicangklong di pundaknya dan map platik yang nampak berisi kertas. Rupanya pemuda itu periang, tetapi aneh. Setelah menyebut namanya dia menyanyi lagu-lagu Barat. Ketika kutanya dari mana asalnya, jawabannya cukup mengejutkan, katanya dari : Los Angeles USA. Pertanyaanku kadang dijawab dengan bahasa Inggris, kadang diacuhkan. Dia duduk melihat ke kanan dan ke kiri dengan pongahnya. Kesimpulanku orang ini bukan orang asing menitik kulit dan perawakan badannya. Tidak mungkin kalau dia tidak bisa berbahasa Indonesia. Mungkin dia sombong atau menyepelekan.

Ketika sampai di kebun yang paling dekat, aku turun dan kutinggalkan dia masih menyanyikan lagu Barat. Setelah seperempat jam aku keluar lagi menuju kendaraan. Dia sudah tidak ada. Kutanyakan kepada pengayuh becak ril. Keduanya menjawab sambil tersenyum dan berkata dalam bahasa Madura yang aku mengerti maksudnya : ‘’Orang itu sudah pergi Pak. Dia orang sinting. Pernah menjadi mahasiswa, mungkin tidak kuat akhirnya gila. Kemana-mana selalu membawa tas dan berbicara dengan bahasa asing’’.
Aku menghela napas panjang. Ketika pulang aku nyamperi Kepala Transportasi. Dia tidak ada di kantor. Hari ini aku  ‘’terkecoh’’.*

CERITA HUMOR : DISANGKA TEMAN ANAKNYA

DISANGKA TEMAN ANAKNYA
(Trilaksito Saloedji)

Hampir pukul satu siang, istriku sibuk di dapur. Pembantu memberitahu bahwa ada tamu. Istriku beranjak dari dapur dengan tergesa-gesa. Di pintu samping dia melihat ada seseorang yang nampaknya sebaya dengan anakku yang sekolah di SMA. Disangka tamu itu adalah teman anakku. Maka tanpa bertanya kepada tamunya, dia berkata : ‘’Mas, Danang masih keluar, entah kemana ? Nanti saja kesini lagi’’.
Sang tamu hanya menjawab : ‘’Ya sudah Bu’’

Hampir pukul dua siang Dik Anto, yuniorku (bahasa halus dari anak buahku) menghadap saya di kantor, sesuai pesanku tadi pagi. Setelah kupersilakan duduk dia berkata : ‘’Maaf Pak tadi saya sudah mencari Bapak di kantor, tetapi Bapak belum datang. Lalu saya ke rumah Bapak juga tidak ketemu’’. Aku hanya menjawab : ‘’Ya’’. Kemudian aku memberi instruksi yang berkaitan dengan pekerjaannya yang perlu dibenahi.

Sore harinya ketika minum teh bersama istriku, aku bertanya : ‘’Tadi siang apa ada yang mencari aku ?’’ Jawabnya : ‘’Tidak ada,  yang kesini temannya Danang, kuberitahu bahwa Danang sedang keluar’’. Aku bertanya : ‘’Siapa nama temannya ?’’
‘’Tidak tahu, rupanya dia belum pernah ke sini’’
‘’Dia memakai baju putih dan celana biru’’, tanyaku.
‘’Benar, dia memakai sepatu’’ (Biasanya teman-teman anakku hanya memakai sandal)
‘’Itu bukan temannya Danang, dia Dik Anto yuniorku’’
Istriku terperangah dan berkata tidak percaya : ‘’Tetapi….dia sebesar anak kita’’. *

CERITA HUMOR : BERITA DUKA

BERITA DUKA
(Trilaksito Saloedji)

Suatu malam ada tilpun dari anakku yang bekerja di kota lain.
- ‘’Bapak sehat-sehat ?’’, tanya anakku
- ‘’Alhamdulillah Bapak sehat’’
- ‘’Ini ada berita tidak sedap Pak’’
- ‘’Oo ya, ada apa ?’’
- ‘’Nanda baru dapat SMS dari temanku (namanya disebut, yang bapaknya adalah temanku juga). Beritanya begini : ‘Ikut berduka cita atas wafatnya Bapak Trilaksito…….dst’. Ini tentu salah paham Pak. Jadi Bapak tenang-tenang saja. SMS tersebut akan saya balas apa adanya’’.

Bagaimanapun berita ini mengganggu pikiranku. Siapa yang memberitakan dan apa maksudnya.
Esoknya seorang teman dekat tilpun. Menanyakan masalah yang sama. Kutanyakan dapat berita dari mana ? Katanya dari seorang teman yang tidak disebut namanya.
Siangnya beberapa teman dengan istri mereka datang ke rumah. Mereka cukup bijaksana, tidak membuka pembicaraan tentang berita kematian itu. Saya memperkirakan merekapun merasa terkecoh.  Malamnya ada tilpun dari istri temanku di Jember, diterima istriku. Dia langsung menyatakan ikut berduka cita, tanpa menanyakan keadaan yang sebenarnya kepada istriku. Setelah diberi penjelasan, beliau minta maaf beribu-ribu maaf..
Malam itu juga anakku laporan bahwa dia menerima beberapa SMS berita duka dari Yogya.

Kalau mengingat anekdot ‘’Agustus 2008’’ itu, aku ketawa sendiri. Orang masih mau makan begini diberitakan mati. Aku memperkirakan bagaimana ekspresi dan  tingkah laku teman dan sahabat-sahabat yang simpati kepadaku mendengar berita ini. Semoga kebaikannya menjadi amal saleh mereka. Yang menyebarkan kabar bohong semoga mendapat ampunan Allah SWT dan panjang umur.  

CERITA HUMOR : PATUH TANPA RESERVE

PATUH TANPA RESERVE
(Trilaksito Saloedji)

Aku bekerja di suatu BUMN. Bersama keluarga bertempat tinggal di daerah. Menempati sebuah rumah besar, dengan rumah induk dan tambahan  yang terdiri dari sebuah garasi, tiga buah sepen (ruang yang tidak seluas ruang tidur di rumah induk), sebuah dapur, sebuah kamar mandi luar dan sebuah gudang.

Kami mempunyai seorang pembantu perempuan tua dengan anak lelakinya. Si Embok mengurusi dapur dan cucian. Anaknya menjadi tukang kebun dan kebersihan rumah. Sekalian keduanya menjadi penjaga rumah kalau kami sekeluarga pergi menginap. Demikian berjalan bertahun-tahun.

Mendengar berbagai cerita miring tentang keamanan dan penipuan, setiap kami akan pergi selalu mengingatkan mereka berdua. Kalau ada orang datang siapapun juga, beralasan disuruh untuk memperbaiki televisi atau alasan lain jangan dipercaya. Dasar si Embok memang orang lugu, maka instruksi kami selalu diterima dengan patuh.

Hari Sabtu selepas kerja, kami sekeluarga ke Malang. Sebelum berangkat si Embok mengingatkan supaya rumah induk dikunci dan kuncinya dibawa saja. Tetapi oleh istriku kuncinya dititipkan padanya. Pulangnya hari Minggu sekitar pukul sebelas malam. Disambut dengan laporannya yang rinci.

Ada seorang lelaki tua, tadi datang bertamu setelah mahgrib. Mengaku famili istriku. Berniat menginap, sebab esoknya akan rapat ke Jember. Karena belum pernah tahu, maka Embok menyiapkan sepen muka untuk tidur tamunya, setelah menjamu kopi dan makan malam..
‘’Sekarang tamunya di mana?’’, tanya istriku. -‘’Itu tidur di sepen depan’’.
Mengingat sudah malam, biarlah dia tidur. Besuk pagi saja kutemui. Kami segera beristirahat. Tetapi tidur kami semalaman tidak nyenyak. Menebak-nebak siapa tamu kami ini.

Esoknya sehabis shalat subuh aku keluar. Sang tamu rupanya sudah mandi dan shalat. Setelah pintu sepen dibuka. Ternyata ……..paman istriku, seorang anggauta DPRD Tingkat II, yang cukup lama tidak ketemu. Kami berdua menyambutnya dengan ramah serta mohon maaf, karena si Embok menjamu dengan tidak sepantasnya. Ini berkat  indoktrinasi,  sehingga ‘’patuh tanpa reserve’’.   

CERITA HUMOR : PANGSIT MIE

PANGSIT MIE
(Trilaksito Saloedji)

Adikku gemar makan pangsit mie.Beberapa porsi akan habis dilahapnya. Makan cabainya juga banyak sekali. Sehingga setelah selesai makan pangsit mie dia tentu mengeluarkan suara kepedasan. Di suatu siang. Waktu itu aku sedang membaca. Dia pulang dengan lagu orang kepedasan sambil berjalan terbungkuk-bungkuk  Aku pikir dia baru beli pangsit mie dengan cabainya berlebihan.  Dengan acuh dan tidak menoleh lagi kepadanya, aku memarahinya : ‘’Kalau sakit perut rasakan sendiri’’ Lalu dia berlalu ke kamarnya.

Tidak lama kemudian ada orang mengetuk pintu. Teman adikku bertanya dengan tergopoh-gopoh. Ketakutan nampak dari raut mukanya :
‘’Apakah Hengky sudah pulang ?’’
‘’Memangnya ada apa ?’’
‘’Tadi aku berboncengan naik motor dengan Hengky. Tanpa mengenakan helm. Melihat ada polisi, aku berbalik arah. Karena tergesa-gesa dia terjatuh, aku tinggalkan. Aku khawatir dia ditangkap polisi’’.
Aku baru mengerti masalahnya. Kira-kira ketika adikku terjatuh, kakinya ada yang terluka. Kentara tadi jalannya terbungkuk-bungkuk. Teman adikku kelihatan menunggu jawabanku dengan cemas. Dia makin tak bernyali ketika aku menyemprot : ‘’Itu akibatnya, belum punya SIM sudah berlagak. Lagi sama teman tidak setia kawan. Ayo cari Hengky sampai ketemu’’.

Sepulang teman adikku, aku melongok ke kamarnya. Dia sedang mengobati luka di lututnya dengan obat merah. Suaranya masih terdengar ‘’mengeses’’ seperti orang kebanyakan makan cabai ketika makan pangsit mie. *

CERITA HUMOR : MADU ASLI

MADU ASLI
(Trilaksito Saloedji)     

Siang ini kedua tamuku datang hampir bersamaan. Ben (sahabat sejak sekolah) belum selesai memarkir motornya di halaman, muncul Subari menjinjing tas berisi botol-botol madu. Keduanya kupersilakan duduk di ruang tamu.

Subari bertubuh tinggi besar. Bentuk mukanya besar kekar. Giginya sudah tanggal semua. Dia adalah penduduk Pananjakan yang letaknya dekat dengan wisata Gunung Bromo. Kemana-mana banyak berjalan kaki tanpa alas apapun. Mata pencahariannya adalah mencari / mengumpulkan madu di hutan lalu di jual ke kota.

Setelah keduanya kuperkenalkan, maka terjadilah pembicaraan tentang madu.
Aku membuka pembicaraan : ‘’Pak Subari ini warga Tengger, tubuhnya sehat karena berjalan jauh tanpa alas kaki dan banyak minum madu’’.
Subari senyum-senyum. Ben bertanya : ‘’Sampeyan usaha madu sendiri atau menjualkan punya orang lain ?’’ Jawabnya : ‘’Oh tidak, setelah minta ijin Mantri Alas, saya mengumpulkan madu dari hutan lalu saya jual’’.

 Aku menambahkan : ‘’Madunya Pak Subari ini asli’’
‘’Maksudnya ?’’, tanya Ben. Penjelasanku : ‘’Biasanya peternak lebah madu memberi makan madu dengan gula, kalau pohon-pohon di lingkungannya tidak sedang berbunga’’.
‘’Kalau lebah madu hutan siapa yang ngasih makan gula ?’’, Subari menyela sambil tertawa.
‘’Lebah madu di hutan mengisap bunga tanaman apa ?’’, tanya Ben kepada Subari.
‘’Ya bunga tanaman apa saja yang ada di hutan, antara lain tanaman Kaliandra’’, jawab Subari.

Aku bercerita : ‘’Kalau ingin mengetes keaslian madu ada beberapa cara : Teteskan di meja, kalau didatangi semut berarti tidak asli. Kalau ditaruh di tempat dingin (kulkas) lama-lama di bagian bawah botol ada kristal gula. Tuangkan madu ke dalam gelas lalu taruh di dalam frezer madu tersebut tidak beku’’.

Ben menanggapi dengan santai : ‘’Bahaya lho kalau membawa ’madu asli’ pulang kerumah’’.
Subari memandang tidak mengerti. Aku bertanya : ‘’Memangnya kenapa ?’’
‘’Akan terjadi perang dunia dengan istri’’
‘’Kok bisa ?’’, aku tidak mengerti arah pembicaraannya. Ben menjelaskan :
‘’Suami yang beristri lagi tanpa ijin istri, kalau membawa ’madu’nya (istri barunya) pulang ke rumah tentu istri yang pertama akan berang’’ Kami bertiga tertawa.
Jawabku : ‘’Kalau ’madu asli’ yang manis-manis legit itu sih aku maklum Ben’’.

CERITA HUMOR : PARA DOKTER

PARA DOKTER
(Trilaksito Saloedji)

Tempat tinggalku di suatu RW yang penghuninya heterogen Yang masih muda dan bekerja, maupun para purnakarya / pensiunan dari berbagai instansi. Ketika memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan, RW mengadakan senam kesegaran jasmani. Diikuti warga dan keluarganya. Setelah senam, peserta dihibur dengan nyanyian diiringi electone, sambil makan soto sulung atau pecel yang disediakan panitya.

Media ini sangat menyenangkan bagi warga.
Apalagi yang menjadi MC sangat lucu. Saat pembagian door-price (yang cukup banyak) pemenangnya, dikomentari dengan kalimat yang mengundang hadirin tertawa.

- ‘’Kali ini yang beruntung adalah Bapak Suharman’’. Setelah dia naik ke panggung maka MC berceloteh lagi  – ‘’Ini dia Bapak Suharman. Beliau pensiunan Dokter, tetapi setelah pensiun tidak dapat praktek Dokter, karena beliau adalah Dokter ……Gula’’, hadirin pun bertepuk tangan dan tertawa.

Setelah mengomentari beberapa pemenang door-price lainnya. Dia menyebut nama Pak Iksan. Pak Iksan yang kekar tubuhnya, naik ke panggung. MC tersebut memegang lengan Pak Iksan sambil komentar. – ‘’Lihat lengan Pak Iksan yang kekar. Beliau juga Dokter, cara memeriksa pasiennya dengan mendengarkan suara dengung pasiennya. Setelah itu dia baru bertindak. Beliau adalah Dokter……. Motor. Alias pengusaha bengkel motor’’.

Yang mendapat door-price terakhir adalah Pak Harto dan Pak Subari. Keduanya diminta naik ke panggung bersama-sama. Seloroh MC : ‘’Kalau tadi ada Dokter Gula dan Dokter Motor. Kali ini saya tidak berdusta. Keduanya adalah benar-benar Dokter’’. MC bertanya kepada Pak Harto : ‘’Pak Harto selama karier Bapak sebagai dokter hingga kini, berapa banyak pantat yang telah Bapak atau bawahan Bapak suntik ?’’ Jawab Pak Harto : ‘’Wah saya lupa Mas. Tetapi dalam hal suntik menyuntik saya kalah dengan senior kita yaitu Pak Subari’’. MC bertanya lagi kepada Pak Harto : ‘’Memangnya kenapa ?’’. Sambil tersenyum simpul Pak Harto menjawab : ‘’Saya mendengarkan keluhan pasien sebelum mendiagnose penyakitnya’’.

MC bertanya kepada Pak Subari : ‘’Apakah Pak Subari tidak mendengarkan keluhan pasien’’
Jawab Pak Subari yang sudah lanjut usia : ‘’Ya tidak to Mas, lha mereka tidak bisa bicara kok’’
‘’Apakah pasien Bapak bisu ?’’
‘’Pasien saya itu ……binatang’’.
‘’Jadi Bapak Dokter …….hewan….. ???’’. Kali ini MC-nya ikut tertawa.*

CERITA HUMOR : KAKI SERIBU

KAKI  SERIBU
(Trilaksito Saloedji)

Hari itu pelajaran praktek kerja. Pagi-pagi kami mengambil alat-alat pertanian berupa cangkul dan sabit di gudang. Lalu berjalan menuju kebun kopi di areal sekolah. Tiap-tiap regu mendapat tugas di tempat yang ditentukan. Regu kami terdiri dari delapan orang anak lelaki dan dua orang anak perempuan. Tugas kami membuat rorak-rorak di sekitar tanaman kopi dan membersihkan gulma.. ‘’Rorak’’ adalah lobang yang digali dengan panjang/lebar/dalam yang ditentukan. Rorak-rorak tersebut lalu diisi dengan rumput dan daun-daun (kopi) yang kering. Gunanya sebagai media peresapan dan penyimpanan air hujan.

Tanah di sekitar tanaman kopi itu adalah tanah yang subur,gembur,berhumus dan lembab. Terbukti kami sering mendapatkan binatang yang dinamakan : ‘’Kaki Seribu’’ (Millipede) atau ‘’Luwing’’. Binatang berbentuk silindris panjang sekitar 10-15 cm. Berwarna coklat kemerah-merahan sampai kehitam-hitaman.

Tanti (pr) teman kami, melihat Luwing di dekat kakinya. Binatang itu dipermainkan. Merasa terancam, binatang itu melingkarkan tubuhnya rapat-rapat membentuk spiral. Di dekat kakiku pun ada beberapa luwing. Tanti memungutnya, kemudian melemparkan satu persatu ke dekat Dono yang sedang  berdiri bertelekan pada cangkulnya.

Tanti berkata mengejutkan Dono : ’’Dono lihat di sekelilingmu’’. Dono belum mengerti, lalu bertanya : ‘’Ada apa ?’’. Tanti melemparkan seekor luwing ke tangannya. Baru Dono sadar bahwa beberapa ekor luwing di dekat kakinya. Padahal dia paling jijik dan takut kepada Luwing. Spontan dia menggumam keras : ‘’Hi…hi…hi…’’. Tubuhnya bergidik bagai mendapat sentuhan aliran listrik. Lalu dia berteriak ketakutan : ‘’Jangan….jangan…..’’, sangat keras, sambil mengibas-kibaskan tangan ke baju dan kakinya. Melihat kelakuannya, teman-teman malah menertawakan. Sehingga suasana menjadi hingar-bingar.

Kegaduhan ini yang menyebabkan Pak Tedjo guru praktek kami datang. Kami semua langsung diam. Meskipun sulit untuk menghentikan rasa geli ini sekaligus.*         
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...