Jumat, 14 Juni 2013

CERITA HUMOR : TURUN RANJANG

TURUN RANJANG
(Trilaksito Saloedji)

Aku ditugaskan menghadiri acara Temu Lapang Gulma di Pabik Gula Cinta Manis Palembang. Bersama seorang Staf dari salah satu Pabrik Gula, serta seorang Staf dari Kantor Direksi. Tugas yang menyenangkan.

Kami bertiga sepakat bertemu di Bandara Juanda.  Ternyata Bapak Direktur Produksi juga akan hadir. Beliau bersama kami dalam perjalanan dari Surabaya ke Palembang sampai ke hotel.. Jadi kami bertiga ‘’terpaksa’’ mengikuti beliau menginap di hotel itu juga.
 
Malamnya ada acara Selamat Datang dan Hiburan. Kami bertemu dengan beberapa teman dari Jawa Timur. Mereka menginap di sebuah Losmen yang tidak jauh dari hotel itu. Losmen tersebut katanya baik dan bersih. Tentunya tarif kamar Losmen berbeda jauh dengan hotel tempat kami menginap.

Hari pertama, acara : Pembukaan dan Presentasi Makalah. Rencananya Dirprod kami hadir hanya sampai siang saja. Kemudian beliau kembali ke Surabaya.  Kami bertiga segera berunding untuk mengambil langkah-langkah demi efisiensi dan efektivitas keuangan kami. Keputusan kami, pada malam kedua harus ‘’turun ranjang’’ dari hotel terkenal di kota Palembang, pindah tidur di Losmen. Menempati sebuah kamar yang lapang bersama beberapa teman dari Jawa Timur.

Hari ketiga, persiapan untuk pulang pada sore harinya. Pagi itu kami menyewa  taksi berkeliling kota sampai ke Plaju dan Sungai Gerong. Melihat dan melewati jembatan sungai Musi. Menikmati makanan khas Palembang serta beli oleh-oleh untuk keluarga. Hitung-hitung kami tidak kecewa ‘’turun ranjang’’ demi efisiensi dan efektivitas keuangan kami sendiri, sehingga bisa senang dan dapat berbuat banyak. * 

CERITA HUMOR : GIGI PALSU

GIGI PALSU
(Trilaksito Saloedji)

Hari libur selalu kami gunakan untuk pergi. Kali ini aku bersama dua orang bujangan dan seorang yang sudah berkeluarga pergi ke daerah Timur. Menikmati perjalanan melewati sekitar hutan Baluran dan pemandangan di Watu Dodol serta debur ombak selat Bali.

Perjalanan kami teruskan ke Glenmore. Rencananya menuju ke rumah seorang temanku yang bekerja sebagai Sinder di sebuah Persil / Perkebunan kopi di lereng Gunung Raung.
Mata dimanjakan pemandangan baru yang menyenangkan. Jalan mulus berkelok-kelok. Di kiri dan kanan jalan ditanami kopi yang larikannya teratur, meskipun tanah berteras-teras. Bukit yang menghijau dan hawa yang sejuk diantarkan angin memasuki kendaraan jeep yang kami tumpangi.

Temanku bernama Suroto, aku panggil  ‘’Mas’’, karena umurnya memang lebih tua. Secara pribadi aku dan mas Roto serta keluarganya sudah akrab sejak dulu..Kami memasuki emplasemen Persil sekitar pukul sebelas siang. Suasananya teduh dengan pohon besar di halamannya. Mas Roto dan keluarganya merasa gembira mendapat kunjungan kehormatan. Karena memang jarang orang bertamu ke perumahan persil.

Hidangan berupa kopi panas dan hunggor (pohung/ketela goreng) sangat nikmat rasanya. Mengisi perut yang terasa lapar. Selama kami dan mas Roto berbincang dan saling bercerita, istrinya tidak menyertai. Rupanya dia sibuk di dapur, karena tadi begitu kami masuk rumah terdengar suara ayam ‘’keok-keok’’. Mas Roto berpesan agar kami jangan pulang sebelum makan siang.

Saat rasa lapar pada puncaknya, istrinya keluar dan mempersilakan makan siang. Alhamdulillah. Hidangan nasi dengan lauk sayur asem, urap-urap sayuran, ikan asin, ayam goreng, sambal dan kerupuk. Wah nikmat rasanya. Tidak ada yang berbicara. Semua sibuk dengan nasi dan lauknya.

Tiba-tiba terdengar temanku yang sudah berkeluarga ‘’mengaduh’’dan menghentikan makannya sejenak. Meskipun suaranya lirih, tapi yang berada di ruang makan mendengar semua. Mas Roto bertanya : ‘’Kenapa Mas ?’’ Terlihat yang ditanya tersenyum sambil memegang sebuah benda putih. Ternyata benda itu adalah …….. gigi palsu yang tanggal karena menggigit ayam goreng. *       

CERITA HUMOR : LINTAH DARAT

LINTAH DARAT
(Trilaksito Saloedji)

Setelah berkendara mobil sejauh 35 km sampailah aku di suatu desa/padukuhan Ayer Dingin. Letaknya di sebelah Utara Gunung Argopura. Tempatnya sepi, berhawa sejuk. Aku berhenti di sebuah warung makan. Menikmati hidangan yang tersaji, sambil berbincang dengan pemilik warung dan orang-orang yang sedang berada di warung itu. Yang menarik dari keterangan mereka adalah ‘’cerita’’ tentang lapangan terbang di lembah gunung Argopura yang dibangun Jepang sebagai pangkalan Angkatan Udaranya. 

Daerah itu sekarang menjadi hamparan savana dengan ilalangnya dan tanaman perdu lainnya. Di ketinggian tempat itu bisa ditemui tanaman bunga edelweys tumbuh dengan liar. Bekas lapangan terbang itu bisa ditempuh dari Ayer Dingin dalam waktu sehari penuh. Tentunya dengan penunjuk jalan yang mengetahui tempat itu.

Suatu hari aku bercerita kepada Pak Karya dan Pak Bambang rekan sejawatku. Kemudian kami bertiga sepakat untuk pergi bersama. Meskipun tak sampai tujuan tidak mengapa, pokok sudah tahu arahnya dan beratnya tantangan. Ketika kami sedang berbincang, datanglah Pak Sihab menyatakan ingin ikut. Sebenarnya kami keberatan, karena menyangsikan kekuatannya. Mengingat tubuhnya yang tambun dan jarang berolah raga. Namun dia tetap ngotot ingin ikut.

Pada hari Minggu, pagi-pagi kami naik mobil ke Ayer Dingin. Mobil diparkir di dekat warung. Kami mengambil bekal yang dipesan di warung itu. Seorang lelaki setengah umur membawa sabit besar, telah lama menunggu untuk menyertai kami sebagai penunjuk jalan.

Di pagi yang dingin perjalanan diawali dari warung ini. Melewati pinggir perkebunan kopi. Jalan tanah ditumbuhi rumput dan tanaman lainnya. Lebar jalan makin mengerucut. Embun masih betah menempel di dedaunan. Perjalanan belum setengah jam, Pak Sihab sudah mulai tidak bisa mengikuti irama langkah kami. Napasnya sudah ngos-ngosan. Jalan makin menyempit, kedua tangan kami tidak hentinya menyingkirkan ranting-ranting tanaman dan sulur tanaman yang menghalang jalan.

Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari belakang kami. Kami menoleh. Pak Sihab yang berada di belakang sendiri, berteriak ketakutan. Tangannya sibuk menarik-narik sesuatu dari lengannya. Kemudian terlihat tangannya juga beralih menggamit sesuatu dari lehernya. Kami segera menghampiri.

Beberapa ‘’lintah darat’’ yang berwarna abu-abu kehitaman menempel di beberapa bagian tubuhnya. Penunjuk jalan juga ikut mendekati Pak Sihab. Setelah mengetahui masalahnya, maka dia menuangkan cairan dari botol yang dibawanya ke telapak tangannya. Lalu diusapkan
pada bagian tubuh yang ditempeli lintah. Binatang tak tahu diuntung itu menyusut dan tanggal dari tubuh Pak Sihab.

Kemudian terdengar keterangan sang Penunjuk jalan : ‘’Binatang itu pengisap darah, darah kita bisa habis disedotnya’’. Pak Sihab tampak bergidik dan berkata : ‘’Biarlah saya kembali dan menunggu kalian di warung saja’’.*   

CERITA HUMOR : PALEM RAJA

PALEM RAJA
(Trilaksito Saloedji)

Di pinggir jalan muka rumah tetanggaku, ada tiga batang tanaman palem raja (Roystoner Regia). Katanya, dia sendiri yang menanam sewaktu mulai menempati rumah barunya. Sekarang tanaman itu sudah besar dan  tinggi. Lebih tinggi dari bubung rumahnya. Namun sayang, satu persatu daunnya menguning, luruh. Akhirnya pucuk tanaman itu mati. Ternyata tanaman tersebut diserang hama pucuk tanaman. Mengingat sekarang bentuk palem raja tersebut hanya seperti tiang pancang yang berdiameter sekitar setengah meter, maka tetangga tersebut berniat menebangnya.

Suatu hari dia didatangi pegawai berseragam dinas. Setelah memperkenalkan diri, pegawai tersebut bertanya kepada tetanggaku :  - ‘’Palem raja ini kok tidak berdaun Pak ?’’
- ‘’Rupanya kena serangan hama pucuk tanaman Pak. Rencananya akan saya tebang saja’’
- ‘’Sebaiknya Bapak mengirim surat permintaan ijin untuk menebang tanaman itu ke Pemda. Setelah surat ijinnya keluar, pohon tersebut baru bisa ditebang. Yang menebang Pemda, Bapak tinggal membayar ongkosnya’’
Dalam hati dia menggerutu atas rayuan pegawai tersebut. Maka katanya : ‘’Bagaimana kalau begini …….. !’’ Karena tidak sabar menunggu kelanjutan kalimatnya, maka Pegawai tersebut bertanya : ‘’Maksud Bapak ?’’
Temanku  berkata : ‘’…..Bapak yang menulis surat ke Pemda…..’’,  Pegawai tersebut bertanya ‘’Lalu…?’’  - : ’’Bapak yang menyampaikan ke Pemda, setelah ijin keluar bisa ditebang Pemda.
Ongkosnya minta kepada Pemda juga’’. Pegawai tersebut tersenyum kecut.*

CERITA HUMOR : SEPATU KEBUN

SEPATU KEBUN
(Trilaksito Saloedji)

Tempat kerjaku ini dikenal sebagai daerah yang beriklim kering. Curah hujannya (jumlah hari hujan maupun jumlah curah hujan) rendah. Pada pukul sebelas siang sudah terasa panasnya yang menyengat kulit. Sebagai karyawan bagian tanaman, setiap hari saya berada di kebun-kebun wilayahku  Memimpin beberapa mandor yang bertanggung jawab membuka tanah, menanam, memelihara tanaman tebu hingga datangnya masa tebangan.

Hari itu hampir pukul dua belas siang. Panas sekali. Pekerja dan mandor sudah pada keluar dari kebun mencari tempat yang teduh. Di bawah pohon kas/trembesi yang rindang, mereka duduk dan berbincang. Ada yang membuka bekalnya untuk disantap. Aku berbaur dengan mereka tanpa rasa canggung.

Aku duduk di atas akar trembesi yang menyembul di atas tanah. Kemudian beberapa lelaki mendekat sambil tersenyum-senyum. Dalam bahasa Madura yang aku tahu maksudnya, ada salah seorang yang bicara : ‘’Pak Sinder sepatunya baru ya ?’’. Aku pun tersenyum, memandang sepatu lars karet setinggi setengah betis yang kupakai.
 ‘’Saya mau minta bantuan Pak Sinder’’    - ‘’Minta bantuan apa ?’’, tanyaku
‘’Kalau boleh……teman-teman ini akan pinjam…..’’. Dia tidak melanjutkan perkataannya, maka aku bertanya :  – ‘’Pinjam apa ?’’ – ‘’Kalau boleh……… pinjam sepatunya’’  Sebenarnya aku kurang senang, tapi masih ingin mengetahui maksudnya.   - ‘’Lalu aku nanti memakai apa ?’’
- ‘’Maksud saya, kalau boleh…… pinjam sebentar saja…….dan hanya yang sebelah saja’’.
- ‘’Buat apa ?’’ Dengan memelas mereka melanjutkan : ‘’Buat menceduk air, kami haus Pak”.

Rasa iba mengalahkan rasa tinggi diri yang seolah dilecehkan. Aku pikir apa salahnya, toh nanti dikembalikan, soal sepatu basah bisa dikeringkan. Tetapi rasa dahaga mereka bisa terpenuhi.
Sepatu sebelah kiri kulepas lalu kuberikan kepadanya. Maka bersoraklah pekerja-pekerja menyambutnya. Bak piala kehormatan, sepatuku dibawa seorang yang berjalan di muka, diiring puluhan lelaki dan wanita lainnya. Aku ingin tahu apa yang akan diperbuat dengan sepatuku. Mereka ke Timur, dibawah keteduhan pohon lainnya mereka berhenti. Lalu kulihat yang membawa sepatu turun ke belik (mata air kecil) sehingga hanya kepalanya yang nampak. Dia mengangkat sepatu keatas disambut yang lain. Mereka langsung minum air dari sepatuku. Demikian diulang berkali-kali. Astaghfirrullah, demikian cara mereka memenuhi kebutuhan pokok dengan penuh perjuangan. Mataku tidak berlinang air mata. tetapi hatiku yang menangis. Mereka kembali seperti ketika berangkatnya. Sepatuku diarak beramai-ramai dengan roman muka yang puas. Aku pikir yang membawa sepatuku akan segera mengembalikan langsung kepadaku. Ternyata tidak. Dengan sepenuh hati sepatuku dikeringkan dengan kaos bajunya. Setelah kering luar-dalamnya, baru dikembalikan dengan ucapan terima kasihnya yang tulus. *.  

CERITA HUMOR : MEMANFAATKAN (1)

MEMANFAATKAN KESEMPATAN (1)
(Trilaksito Saloedji)

Kami mengikuti jadwal praktek kerja prosesing gula tebu dan kelompok kerja masing-masing. Pukul enam pagi kami sudah siap di tempat penggilingan dan prosesingnya. Pak Guru praktek memberikan arahan, membagi kelompok menjadi tiga grup. Masing-masing bertugas di penggilingan, pemasakan nira dan pencetakan gula secara bergantian.

Tempat penggilingan dan prosesing ini terletak di bangunan beratap tanpa dinding. Masih di lingkungan sekolah. Di dalam bangunan itu ada mesin penggiling dengan kapasitas kecil dan tempat tumpukan tebu yang sudah ditebang. Ada tungku tradisionil dengan beberapa wajan / penggorengan besar tempat memasak air tebu atau nira. Ada sebuah meja besar tempat mencetak gula dengan cetakan dari bambu (yang dipotong melintang). Telah disiapkan juga beberapa alat seperti ember untuk menampung nira yang keluar dari penggilingan dan memindahkan ke wajan. Penceduk nira kental untuk memasukkannya ke cetakan potongan bambu. Dan alat-alat lainnya.

Kami bekerja sesuai teori yang kami dapat dari beberapa guru dan buku pelajaran. Setelah pekerjaan mulai lancar Pak Guru praktek beranjak dari tempat kegiatan ini. Ada yang nyeletuk :
- ‘’Bagaimana tentang rencana kemarin ?’’ Lalu ada yang menyahut : - ‘’Teruskan saja, apa ada yang tidak setuju ?’’  - ‘’Setuju’’. - ‘’Setuju’’. Kami semua sudah sepakat apapun yang terjadi harus kita tanggung bersama.
 
Pak Guru praktek sampai siang belum kembali. Pada pemasakan nira yang ketiga kalinya, kesempatan ini kami gunakan untuk merealisasikan rencana kami. Beberapa ketela pohon kita masukkan kedalam wajan yang berisi nira. Pada saat ketela pohon telah masak maka diangkat dan ditaruh pada tempat yang telah kami sepakati. Hati kami berbunga-bunga, betapa nikmatnya nanti setelah selesai kerja kita bisa menikmati ketela pohon masak gula, betapa legitnya.

Ketika nira kental dicetak, hasil gula tebu tidak berwarna merah kekuningan seperti sebelumnya, tetapi merah kehitaman. Setelah Pak Guru praktek datang, beliau bertanya kepada kami, mengapa terjadi perubahan warna gula ? Alasan kami bahwa api terlalu panas tidak bisa diterima oleh Pak Guru.. Setelah praktek kerja usai, kami bersama-sama menyantap ketela pohon rasa gula yang legit, meskipun di dalam hati ada rasa bersalah.

Setelah kami lulus, pada waktu acara perpisahan Pak Guru Praktek sempat berbicara dengan santai : ‘’Saya bangga kalian bisa menyelesaikan pelajaran di sekolah  ini dengan baik. Pesan saya kenakalan kalian di sini, jangan dibawa ke tempat pekerjaan kalian. Memasukkan ketela pohon ke dalam nira yang kalian masak, adalah salah satu contoh kalian menggunakan kesempatan untuk kepentingan pribadi’’. Mendengar semuanya kami tersenyum malu. *

CERITA HUMOR : TERMAKAN IKLAN

TERMAKAN IKLAN
(Trilaksito Saloedji)

Publikasi tentang bekatul gencar sekali. Lewat media, lewat mulut ke mulut sampai ke telingaku. Testimoni dari Pak San seniorku sangat positip. Beliau merasa makin sehat, jalan pagi tiada penat. Bu Koes menyatakan dengan mengkonsumsi bekaltul rasa linu-linu di badannya menghilang. Pengakuan Pak Djoni tiada beda, pokoknya dengan mengkonsumsi bekatul efek ke badan sip betul. Malahan beliau membawa dan memberikan contoh bekatul dalam kemasannya yang menarik.

Keputusan hati aku ingin mengkonsumsi bekatul, sesuai yang telah dilakukan teman-temanku. Hari pertama belum terasa. Hari kedua ada rasa ‘’mantap’’ di perut. Hari ketiga, dengan makan sedikit saja sudah ‘’merasa kenyang’’. Hari keempat ‘’selera makan menurun’’, meski istri menyiapkan menu masakan favoritku. Hari kelima, ‘’datanglah badai diare’’ sejak waktu subuh. Setelah berobat ke dokter sorenya sudah mampat.

Mendengar kakaknya sakit, maka adikku pada hari keenam datang menjenguk ke rumah. Mengabarkan tentang kesehatanku. Setelah aku bercerita dari awal sampai akhir, dengan iringan senyum kecil adikku berkata : - ‘’Lha hiya, Mas kan tidak mengidap sakit diabetes, tekanan darahnya juga normal, kholesterolnya masih normal dan tidak merasakan linu-linu, ngapain ikut-ikut mengkonsumsi bekatul ?’’
Akupun tersenyum dan membela diri : - ‘’Ini namanya ‘termakan iklan’ Dik‘’

CERITA HUMOR : MANTAN KAPTEN KAPAL

MANTAN KAPTEN KAPAL
(Trilaksito Saloedji)

Awalnya aku duduk bersebelahan dengan seseorang yang seusia dengan aku pada acara tasyakuran haji. Aku memperkenalkan diri, dia pun menyambut uluran tanganku dengan menyebut namanya :  ‘’Sanusi’’. Selama acara tasyakuran tersebut kuperhatikan duduknya tidak bisa tenang, selalu berubah posisi dan badannya bergerak ke kiri dan kanan secara beraturan. Sangat menarik perhatian untuk mengajak bicara lebih lanjut.
- ‘’Tempat tinggal Bapak di mana ?’’, tanyaku. - ‘’Dekat Tandon air Pemda’’, jawabnya
- ‘’Tapi rasanya saya belum pernah ketemu Bapak’’, kataku.
- ‘’Memang saya baru saja kembali kesini. Setelah pensiun saya tinggal di Jakarta. Tetapi karena istri saya meninggal, akhirnya saya putuskan kembali ke rumah warisan orang tua di seberang tandon air, mencari ketenangan’’, jelasnya.
- ‘’Pilihan yang tepat,  memang di sini tenang, kita bisa beribadah dengan teratur karena letak masjid tidak jauh’’. Aku membenarkan langkahnya, lalu kusambung : - ‘’Sebenarnya sewaktu kecil saya juga tinggal disini’’. Tanyanya : - ‘’Di mana ?’’
- ‘’Dulu orang tua saya menyewa di Penanggungan 68’’. Dia memposisikan diri menghadap saya, memperhatikan saya mulai ujung rambut ke bawah. Lanjutnya : - ‘’Saya lupa, tolong ulangi nama  Bapak ?, tanyanya menegaskan. Jawabku : - ‘’Trilaksito’’.
- ‘’Dulu sekolah di SR NIROM muridnya Pak Kadir lalu Pak Aswata ?’’. – ‘’Benar !’’,jawabku
- ‘’Lho anda Sanusi teman lamaku dulu’’. – ‘’Benar tidak salah lagi’’, jawabnya sambil berdiri. Aku pun berdiri menyambut rangkulannya dengan akrab dan suka cita.
- ‘’Berapa tahun kita tidak ketemu’’, tanyanya.  - ‘’Sekitar lima puluh tahun’’

Lalu lamunanku melayang pada masa yang lalu. Dulu kami bertiga Sanusi, Matsari dan aku, kemana-mana selalu bersama. Pulang sekolah, mencari jambu biji, maupun mandi di kali Kadalpang. Sejak kami duduk di Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) sampai lulus Sekolah Menengah Pertama. Namun karena keadaan dan berbeda pilihan, keduanya masuk Sekolah Menengah Atas dan aku sendiri meneruskan ke Sekolah Pertanian Menengah Atas. Setelah itu kami berpisah. Tidak pernah bertemu.

Sesudah pertemuan itu, aku diajak ke rumahnya karena tidak jauh dari tempat undangan tasyakuran. Sanusi bercerita bahwa setelah keluar dari SMA lalu melanjutkan ke AIP (Akademi Ilmu Pelayaran). Setelah lulus bekerja berpindah-pindah dari satu Maskapai Pelayaran ke Maskapai yang lain melanglang buana. Yang terakhir masuk di PELNI menjadi kapten kapal yang berlayar ke Indonesia Timur. Banyak pengalamannya yang dituturkan kepadaku.

Aku bertanya : ‘’Tapi yang aku tidak mengerti San, kuperhatikan mengapa cara duduk dan berdirimu selalu bergoyang, seperti orang tidak tenang ?’’, tanyaku.
Jawabnya tersenyum : ‘’Mungkin dari kebiasaan di kapal sekian puluh tahun selalu digoyang ombak, badanku menyesuaikan. Aku tertawa sambil berkata : - ‘’Jadi kalau saya jadi petani yang setiap hari mencangkul, jalanku harus terbungkuk-bungkuk begitu ?’’

CERITA HUMOR : KAWIN LAGI

KAWIN LAGI
(Trilaksito Saloedji)

Kami tinggal di kota kecil dalam komplek perumahan dinas suatu BUMN. Meski pendapatanku tidak berlebihan, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan yang layak pada masa itu.
 Jika tidak ada acara penyuluhan pada malam hari aku selalu di rumah, berkumpul dengan istri dan anak-anak. Suasananya tenang dan harmonis.

Suatu malam istriku bertanya :  - ‘’Mas, Sinder yang bekerja di Mlandingan  (suatu Kecamatan di Kabupaten Situbondo) itu ada berapa orang ?’’ Jawabanku : - ‘’Hanya saya sendiri. Ada apa ?’’’’.
- ‘’Oh tidak, hanya tanya saja’’
Minggu berikutnya, ketika kami bersama-sama di ruang keluarga, istriku bertanya :
- ‘’Apakah wilayah kerja seorang Sinder per kecamatan hanya satu orang ?’’
- ‘’Tidak juga, ada yang satu kecamatan wilayah kerjanya dipegang dua orang’’
Berselang beberapa minggu kemudian. Dalam perjalanan ke kebun, sopirku berkata :
- ‘’Tadi ibu bertanya, wilayah kerja Bapak di kecamatan mana ?’’  - ‘’Apa jawabanmu ?’’
- ‘’Ya saya jawab di Kecamatan Mlandingan’’ Aku berpikir tentang pertanyaan istriku yang sudah tiga kali ini kudengar. Namun setelah sampai di rumah aku lupa untuk menanyakannya.

Setelah menerima gaji, Sabtu sore aku sekeluarga ke kota Situbondo. Kesempatan itu kami gunakan untuk berbelanja dan makan-makan. Jeep kusopiri sendiri. Ketika sampai di perbatasan desa Buduan dan Selomukti, aku bercerita kepada istriku :
- ‘’Ini batas Barat Desa Selomukti, mulai dari sini wilayah kerjaku’’ Istriku mengangguk sambil melihat suasana sekitarnya. Kebun tebu, persawahan dan Laut di sebelah Utara.
- ‘’Ini perbatasan desa Selomukti dan desa Mlandingan Barat’’. Istriku tetap antusias melihat keadaan kiri dan kanan jalan. - ‘’Ini perbatasan Mlandingan Barat dan desa Mlandingan Timur’’ Kecepatan kendaraan aku kurangi sambil berkata : ‘’Setelah melewati jembatan ini lihat ke Selatan, ada rumah dengan cat berwarna biru’’. Istriku mengikuti petunjukku mungkin tidak tahu apa maksudku. Kendaraan  makin kuperlambat. Aku melanjutkan : ‘’Itu rumah Pak Mugni’’. Istriku langsung bertanya : - ‘’Lho Pak Mugni rumahnya kan dekat pabrik ?’’
- ‘’Ya, yang di pabrik istri pertama dan yang barusan istri kedua’’.
Kemudian kulihat istriku menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi dan tidak melihat ke kanan atau ke kiri seperti tadi. Kupikir mungkin payah atau pusing.
Setelah sampai Pasir Putih, terdengar pertanyaannya : ‘’Apakah jabatan Pak Mugni itu Sinder ?’’
- ‘’Benar’’ – ‘’Wilayahnya mana ?’’. Kemudian kujelaskan : ‘’Pak Mugni itu Sinder Tebang, jika musim giling dia menebang tebu di wilayah di Mlandingan’’.

Setelah sampai di rumah, istriku tersenyum sumringah sambil memelukku.
- ‘’Sekarang teka-teki yang menghantui aku sudah terjawab’’. - ‘’Kenapa ?’’, tanyaku
- ‘’Yang kawin lagi itu Pak Mugni, Bukan Mas….’’
- ‘’Memangnya mendengar dari siapa ?’’ Lalu istriku bercerita, ketika sebulan yang lalu  menjenguk ibu di Malang, naik bis dari terminal Besuki. Di dalam bis mendengar ada dua orang lelaki yang membicarakan tentang sinder Mlandingan yang kawin lagi. * 

CERITA HUMOR : NASI GORENG PANAS

NASI GORENG PANAS
(Trilaksito Saloedji)

Mobil diparkir di Ngadisari, kemudian kami berjalan menuju ke Cemoro Lawang. Hitung-hitung sambil menikmati hawa yang sejuk di sore hari. Kami berjalan lewat jalan makadam, jalannya menanjak. Sebenarnya tidak jauh, bagi orang-orang yang suka berjalan seperti kami berenam.

Sampai di Cemoro Lawang kami menuju ke Hotel satu-satunya disitu, tempat kami akan menginap.. Seharian tubuh digoncang-goncangkan kendaraan lewat jalan yang berliku menanjak dan banyak yang rusak. Ditambah berjalan kaki sekitar enam kilometer. Rasanya penat namun tidak ada yang berani mandi. Tidak ada air panas. Dinginnya minta ampun. Kata resepsionis suhu saat itu delapan derajat Celcius.

Untuk makan malam kami pesan nasi goreng dan kopi panas atau teh panas. Kami duduk tidak jauh dari koki yang memasak pesanan kami. Asap memenuhi sekitar penggorengan nasi. Baunya merangsang hidung dan menggelitik perut yang keroncongan. Lalu nasi goreng dipindahkan ke piring dan disajikan kepada kami. Awalnya kami semua bersemangat untuk menyantap hingga licin tandas. Tetapi baru dua suapan ada yang nyeletuk sambil menoleh ke tukang masak : ‘’Nasi gorengnya kok dingin Dik’’ - : ‘’Karena disini suhunya rendah Pak. Kalau makannya makin lambat akan semakin dingin’’.
- ‘’Bisa tidak, sampeyan sediakan nasi goreng yang panas ?’’, kata temanku sewot.
- ‘’Bisa, bisa Pak’’, kata tukang masak itu terbata-bata : ‘’Nasi yang dipiring Bapak saya masak lagi dan Bapak makan langsung dari penggorengan (wajan) ketika saya masih memasaknya. *

CERITA HUMOR : BAPAK ABDUL MADJID

BAPAK ABDUL MADJID
(Trilaksito Saloedji)

Saya mendengar berita bahwa Pak Abdul Madjid,  teman sekolega saya sakit dan dirawat di salah satu Rumah Sakit Swasta. Beliau memang sudah tua dan sering sakit. Siang itu saya perlukan menjenguk. Karena belum tahu ruang tempat perawatannya, saya bertanya kepada petugas bagian Informasi. Jawab petugasnya : - ‘’Pak Abdul Madjid di  kamar 231, Pak’’.

Kamar 231 berisi dua orang pasien. Saya melongok di muka pintu. Tampak pasiennya dua orang lelaki, kelihatannya masih muda semua. Padahal temanku tersebut sudah berusia di atas tujuh puluh tahun. Saya berkata kepada seorang perempuan muda yang ada di ruang tersebut :
- ‘’Saya mau menjenguk Pak Abdul Madjid’’.
- ‘’Ya ini orangnya’’, kata perempuan muda itu sambil menunjuk ke salah satu bed. Saya tertegun, mengerdip-kerdipkan mata karena suasana kamar yang temaram. Cetusan benakku : ‘’Masak hiya ini Pak Abdul Madjid kolegaku. Apakah beliau mlungsungi (berganti kulit) sehingga berubah menjadi muda kembali ?’’ Belum begitu sadar akan rasa heran, terdengar suara
- ‘’Lho Pak Tri, kok tahu saya opname di sini ?’’
Saya tercengang kembali, seperti pernah mendengar suara itu. Setelah saya perhatikan ternyata memang saya sudah kenal. Beliau bertempat tinggal di RT lain, namun masih di dalam satu RW. Seingat saya namanya bukan Abdul Madjid, orang se RW tidak memanggil dengan nama itu. Ternyata initial di muka nama hariannya A.M. adalah Abdul Madjid.  Setelah berbasa-basi beberapa lama saya berpamitan.

Senyampang sudah keluar rumah maka saya singgah ke toko buah untuk beli buah tangan. Saya langsung ke rumah Pak Abdul Madjid yang tua. Beliau sudah ada di rumah. Syukurlah, keriput wajah dengan kacamata tebal serta senyumnya yang khas menyambut kedatangan saya.*

CERITA HUMOR : PEMERAS VS PENGGERTAK

PEMERAS VS PENGGERTAK
(Trilaksito Saloedji)

Pegawai dinas luar suatu instansi Pemda berhenti di pinggir jalan muka  rumah saya. Menanyakan tumpukan material dan pekerjaan perbaikan pagar yang sedang dikerjakan, milik siapa ?
- ‘’Milik saya’’.
- ‘’Apa sudah ada ijin bangunannya ?’’
- ‘’Pagar itu saya buat bersamaan dengan membuat rumah ini. Karena pagarnya miring maka saya perbaiki, jadi saya tidak membuat baru’’.
- ‘’Pekerjaan bangunan apapun di kapling tanah tersendiri harus ada ijin bangunannya Pak’’, katanya. Kami berdua bersitegang. Dia tidak mau menerima dalih apapun dari saya.
- ‘’Lalu saya harus bagaimana ?’’
- ‘’Bapak besuk harus mengurus ijin bangunannya. Sementara ijin bangunan belum keluar, maka pekerjaan bangunan harus dihentikan’’.
- ‘’Wah, ya ndak bisa begitu. Mencari tukang itu sulit lho Pak. Apa ada cara lain ?’’
- ‘’Ya terserah Bapak saja’’
- ‘’Maksudnya ?’’
- ‘’Kalau di tempat lain biasanya empat ratus Pak, untuk Bapak terserah Bapak sajalah’’.
Gila benar orang ini, buntut-buntutnya mau memeras juga.

Saya berusaha tidak setegang tadi. Berusaha ramah, dia saya ajak ke dalam rumah.
Istri mengeluarkan minuman dan makanan kecil. Saya ajak omong soal lain-lain. Kemudian saya sebutkan beberapa pejabat pemda dan posisinya. Kusebutkan juga nama kepala dinasnya.
- ‘’Bapak kenal beliau’’.
- ‘’Oo tidak, hanya tahu saja, tapi saya punya nomor hpnya’’.
Secara dramatis kutunjukkan daftar nomor tilpun hp saya, saya tunjukkan nomor hp kepala dinasnya  lengkap beserta nama dan alamatnya.
Ada perubahan di rona mukanya. Kemudian saya bicara :
- ‘’Kebetulan saya juga kenal dengan Bapak Wawali. Di sini juga ada nomor hp dan nomor tilp rumahnya’’.

Ketika dia pamit, saya beri salam tempel amplop berisi selembar uang berwarna biru. Dia tidak mau menerima, hanya berpesan agar segera mengurus ijinnya
Setelah dia pulang, aku tertawa sambil berkata kepada istri saya : ‘’Pemeras versus Penggertak’’*

CERITA HUMOR : DOKTER GULA

DOKTER ….. GULA
(Trilaksito Saloedji)

Teman sejawatku bercerita : Saya baru pulang dari pabrik,pukul sebelas malam. Ketika akan tidur, tiba-tiba terdengar ketukan pintu rumah beberapa kali. Makin lama ketukannya kian keras. Pikiran tersihir hal-hal yang negatif. Jangan-jangan ada yang menyusul saya karena ada kerusakan/masalah di pabrik. Setelah korden pintu saya sibak, saya terkejut. Ada tiga orang lelaki di undak rumah. Seorang di antaranya membawa obor (catatan : jangan heran ini cerita jadul, sentolop belum menjadi mode, lampu penerangan jalan di kota Kecamatan pun belum dipasang). Meskipun ragu-ragu niat hati mengatakan saya harus membuka pintu. Begitu pintu saya buka, salah seorang di antara mereka menyergap dengan perkataan panik :
- ‘’Pak Dokter, saya minta tolong’’, katanya memelas. Saya perhatikan mereka satu persatu. Rasanya  ada yang menjadi anak buahku. Dia karyawan musiman yang bekerja di luar giling.
- ‘’Pak Dokter tolong, anak saya sakit panas menggigil’’, katanya dengan  penuh harap.
- ‘’Lho saya tidak bisa mengobati orang sakit. Bawa ke Dokter Puskesmas atau ke Pak Mantri klinik saja’’. Kemudian dia berdalih bahwa letak Puskesmas jauh dan tidak tahu rumah Pak Mantri. – ‘’Pokoknya saya percaya kepada Pak Dokter saja’’, sambungnya.
Wah gawat. Saya berpikir panjang. Apa yang harus saya lakukan. Mereka tentu tidak sabar menunggu besuk pagi untuk membawanya ke Puskesmas atau ke klinik. Saya lalu ingat sejawat di bagian tanaman pernah bercerita bahwa penduduk di wilayah kerjanya banyak yang menderita sakit malaria. Saya ingat masih mempunyai persediaan pil kinine.
‘’Baik, saya akan menolong’’. Bismillahirrahmanirrahim. Dia saya beri enam butir pil kinine. Pesan saya : - ‘’Nanti diminumkan satu butir, besuk pagi satu butir lagi setelah makan. Jangan diminum lebih dari itu ya, nanti telinganya bisa tuli. Tetapi besuk pagi bawa ke Dokter Puskesmas atau Pak Mantri’’. Mereka menyanggupi dan berkali-kali menyatakan terimakasih.

Esoknya, saya dinas ploeg /shift pagi, jadi sore hari sudah di rumah kembali. Karyawan yang datang tadi malam, datang lagi ke rumah saya dengan wajah ceria. Dengan penuh kegembiraan dia menyatakan bahwa anaknya sudah berangsur baik. Tidak menggigil lagi. Tetapi saya anjurkan untuk dibawa ke Dokter di Puskesmas. Saya tegaskan bahwa saya bukan Dokter yang bisa mengobati orang sakit. Karena salah kaprah jabatan sebagai Ahli Pabrikasi disebut :  ‘’Dokter ….. Gula’’. *

CERITA HUMOR : SURAT PANGGILAN KAPOLSEK

SURAT PANGGILAN KAPOLSEK
(Trilaksito Saloedji)

Sepulang kerja, aku menerima surat tertutup. Setelah kubaca, surat itu dari Kapolsek Bletok (sebuah tempat di Kecamatan Mlandingan - Kabupaten Situbondo). Surat panggilan kepadaku, supaya hadir besuk pagi di Kantor Polsek, pukul 08.00 WIB, untuk memberi keterangan sebagai tersangka penabrak gapura gerbang Desa Selomukti. Heran, aku merasa tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan. Memang Desa Selomukti termasuk wilayah kerjaku di Kecamatan Mlandingan. Sehingga aku sering melewati tempat tersebut.

Esoknya aku menemui Bapak Kapolsek Bletok, yang baru beberapa hari menjabat di posnya yang baru. Jadi aku belum begitu kenal kepada beliau.
-‘’Saudara Sinder di Kecamatan ini ?’’, tanya Kapolsek   -‘’Benar Pak’’, jawabku.
-‘’Saudara punya SIM ?’’ Lalu kutunjukkan SIM A
-‘’Nama Saudara Tri ?’’  -‘’Benar Pak’’.
-‘’Sesuai keterangan beberapa saksi dan laporan Kepala Desa Selomukti dua hari yang lalu, gapura gerbang Desa Selomukti telah saudara tabrak’’.
Aku merasa heran dengan adanya tuduhan itu.
-‘’Tuduhan itu tidak benar Pak. Dua hari yang lalu saya tidak melewati Desa Selomukti. Saya rapat di Kecamatan sampai siang. Dalam jam kerja saya tidak pernah menyetir kendaraan dinas selama masih ada sopir’’.  
-‘’Laporan yang masuk tentu sudah benar dan bisa dipertanggungjawabkan’’.
-‘’Ya, saya percaya, tetapi saya ingin ketemu saksi pelapornya, agar urusannya bisa segera selesai’’. Jawab Kapolsek : - ‘’Baik, saya segera kirim anggauta untuk memanggil Kepala Desa Selomukti’’. (Waktu itu hubungan tilpun sampai ke desa belum ada, apalagi tilpun selulair)

Setelah tiga jam menunggu di kantor Polisi sebagai ‘’Tersangka’’, Kepala Desa Selomukti baru datang. Ketika kusalami dia nyeletuk : - ‘’Lho Pak Sinder Tri kok di sini ?’’
-‘’Saya dipanggil Kapolsek, katanya saya yang nabrak gapura gerbang Desa Selomukti’’.
-‘’Oo kalau begitu Carik (Sekretaris Desa) saya yang salah, mestinya Sinder Tari dilaporkan Sinder Tri. Saya minta maaf ya Pak’’.

Dengan kedatangan Kepala Desa tersebut urusan menjadi jelas, saya bebas.
Gara-gara nama muka hampir sama, urusan jadi runyam, sempat berurusan dengan Polisi.*

CERITA HUMOR : SOPBUNG

SOPBUNG
(Trilaksito Saloedji)

Sampai di seputar Probolinggo sudah waktunya makan malam. Maka di sebuah depot dipinggir selatan jalan, kami menghentikan kendaraan kami. Masuk ruangan depot yang terang, nampak gaya pengaturan lama : bangku panjang menghadap meja panjang. Agak ke tengah meja, ada rak/lemari kaca sepanjang meja ini. Lemari kaca tersebut berisi lauk pauk yang dijual : telor mata sapi, pegor, berbagai ikan goreng, daging goreng, berbagai jerohan goreng,  oseng tempe, mi goreng, sambal, krupuk.  Sementara itu ada dua orang masuk lalu pesan :
’’Nasi rawon satu , nasi gule satu, minumnya teh dan kopi panas’’.
Adikku bertanya kepada ibu pemilik depot sekaligus yang melayani :
’’Ada sate Bu ?’’
’’Sopbung’’
 Adik yang lain nyeletuk : ’’Menu baru nih, boleh juga. Saya coba sopbungnya satu Bu’’
Ibu penjual memandang heran kepada adik saya, lalu berkata : ’’Sopbung’’
’’Ya, sopbungnya satu’’
 Aku tersenyum, salah paham yang menggelikan ini harus segera kuluruskan. Adikku kuberitahu bahwa depot ini tidak menjual sate, juga tidak menjual sopbung, karena ‘sopbung’ itu berarti ‘tidak ada/habis’. Bukan ‘sop dari sayur bung (umbi pohon bambu muda)’ *

CERITA HUMOR : SURPRISE

SURPRISE
(Trilaksito Saloedji)

Seorang cucu yang sekolah SD, menghabiskan liburannya di rumah kami. Sehari-hari waktunya dihabiskan untuk main game, main ps, sibuk dengan hpnya atau tidur panjang atau makan. Agar mempunyai wawasan baru, sesekali kami ajak pergi atau membantu membersihkan rumah. Suatu sore aku bercerita sambil menunjukkan buku-buku prosa dan puisi karanganku. Memamerkan majalah-majalah yang memuat karanganku. Cucuku rupanya tertarik, dan mengagumi.
’’Apakah mengarang itu sulit Kek ’’, tanya cucuku.
’’Tidak juga, kalau kamu tertarik, tentu tidak sulit. Coba sajalah’’
Setelah makan malam kami pamit kepada cucu. ’’Kakek Nenek mau tidur dulu ya’’

Sesudah pulang dari shalat subuh, istriku menuju ke dapur. Aku mematikan lampu luar, lalu ke kamar tempat cucuku tidur. Jendela kubuka, udara pagi menembus masuk kamar. Tidurnya masih lelap. Di atas meja tulis kulihat sobekan kertas, kertas bekas diremas-remas. Selembar yang paling rapi kubaca sambil berdiri :

’’Masuk laporan ke Pos Komando. Di sektor G daerah Timur Jauh ada tanda-tanda gerakan bawah tanah. Komandan mengirim dua orang anggauta Komando, seorang senior dan seorang yunior. Dengan perlengkapan senjata kimia, senjata penyapu, dan senjata pendobrak’’.

Aku tertarik, duduk di kursi meja tulis, lalu meneruskan membaca.

’’Suasana di daerah sasaran tenang tenteram. Tetapi mencurigakan. Perlu kewaspadaan. Kami menyusup diam-diam. Nyaris tidak bersuara. Terdengar suara yang mencurigakan. Dari tempat yang tinggi kami lihat beberapa penghuni daerah tersebut hilir mudik. Kami berdua bicara lewat bahasa mata. Benar daerah ini menjadi sarang perusuh. Kami cepat bertindak.  Kami dobrak bangunan tempat persembunyian mereka. Kami obrak-abrik, sehingga makin banyak para perusuh yang keluar dari tempat persembunyiannya. Hiruk pikuk.  Karena kedatangan kami yang mendadak, tidak ada perlawanan dari mereka. Bangunan mereka dengan mudah kami ratakan dengan senjata pendobrak  Mereka tambah kocar-kacir. Untuk melumpuhkan kami gunakan senjata kimia. Yang ada di permukaan tanah pada mati. Namun ada juga yang berusaha melarikan diri lewat lorong-lorong bawah tanah. Gua-gua dalam tanah mereka, kami hancurkan dengan senjata pendobrak, diikuti semburan mematikan dari senjata kimia. Keadaan medan pertempuran berantakan, luluh lantak.
Tiba-tiba terdengar suara memanggil : ’Kakek….. Cucu….., istirahat dulu….., nasi gorengnya sudah siap……..!!!’ ’’

Aku tersenyum lebar. Sambil menoleh kepada cucuku yang masih lelap, aku berkata sendiri: ’’Bagus. Pengalamanmu ketika membersihkan rayap di gudang, kamu tuangkan dalam tulisan yang baik. Surprice !!!’’ *

CERITA HUMOR : REPUTASI PLAY BOY (kam) PUNG

REPUTASI PLAY BOY (kam) PUNG
(Trilaksito Saloedji)

Suatu sore temanku bujangan datang tergopoh-gopoh, seperti ketakutan. Masuk Mess Karyawan , lalu berpesan kepadaku, kalau ada orang mencari, disuruh bilang ‘tidak ada’. Kemudian dia masuk kamarnya dan mengunci diri. Aku terdiam, tidak mengerti apa yang telah terjadi. Lalu aku duduk di teras mencari angin.

Endin -seorang satpam- nampak mengantar sepasang suami istri setengah baya. Mereka bertiga menuju ke rumah Pak Achmad yang terletak tepat di muka Mess Karyawan. Terlihat dari teras ini, tamu tersebut diterima Bu Achmad. Endin pun ikut masuk ke ruang tamu. Tidak berapa lama Pak Achmad datang dengan mengendarai sepeda motor.

Meskipun tidak begitu jelas, namun kedengarannya terjadi adu mulut antara Bu Achmad dan Pak Achmad. Sebagian kalimat Pak Achmad yang bersuara lantang terdengar : ’’Sudah kukatakan ‘aku  tidak kenal’. Namaku kan Achmad Hartono’’.
Tidak tahu apa perbincangan mereka berempat selanjutnya. Lalu sepasang suami istri itu pulang.
Endin keluar beberapa menit kemudian. Melihat lambaian tanganku memanggilnya, dia menuju ke Mess Karyawan.

’’Pak Endin ngantar siapa ?’’, tanyaku
 ’’Orang Patokan Pak, katanya mencari rumah Pak Hartono. Maka saya antar ke rumah Pak Achmad Hartono. Rupanya dia bukan orang yang dicari. Tetapi Bu Achmad sudah keburu cemburu dan marah kepada Pak Achmad’’.
’’Kenapa ?’’, tanyaku. Endin lalu bercerita bahwa orang Patokan itu punya anak gadis. Ada seorang muda mengaku bernama Hartono. Berbadan kekar seperti Pak Achmad tetapi lebih pendek dan lebih muda. Beberapa kali meng-apeli anaknya.  Untuk menjaga segala kemungkinan maka orang Patokan itu menelusuri alamat anak muda itu. Berita miring tersebut dengan cepat tersiar di komplek perumahan yang tidak luas ini.

Setelah itu perubahan terjadi pada temanku. Biasanya periang dan optimis. Kini pendiam seolah tiada gairah. Malam Minggu yang biasanya buat ngapeli pacarnya, kali ini ngendon saja di Mess. Melihat reputasinya sebagai Play Boy (kam) Pung dalam memacari gadis-gadis dan perubahan yang terjadi pada malam ini, aku menduga ini semua “ulahnya”. Benar, tanpa kutanyai dia berkata menyesal. Karena ulahnya mengaku bernama Hartono, menimbulkan pertengkaran dalam rumah tangga Pak Achmad, orang tua si gadis mencarinya dan kegalauan di hatinya sendiri.* 

CERITA HUMOR : “ S “ LIMA

 “ S “  LIMA
(Trilaksito Saloedji)

Sebuah Club Sosial mengadakan ulang tahun berdirinya. Diselenggarakan di sebuah gedung pertemuan yang megah. Dihadiri sebagian besar anggautanya yang terdiri dari berbagai kalangan, akademisi, pengusaha dan sosiawan lainnya, serta berbagai usia. Acaranya antara lain memberikan penghargaan kepada anggauta tertua yang telah membesarkan dan mengharumkan nama Club Sosial tersebut.

Tibalah saatnya pembawa acara mempersilakan anggauta tertua tersebut naik ke panggung. Seorang lelaki  tua berperawakan tinggi besar berdiri dari kursinya. Berjalan dengan langkah pelan tapi pasti, diiringi tepuk tangan hadirin lainnya. Orang tidak menyangka bahwa lelaki itu sudah berusia 90 tahun. Penampilannya tampak lebih muda dan ceria. Meskipun rambut dan keriput wajahnya tidak bisa menutupi usia tuanya, namun gerak fisiknya masih boleh juga

Sesampai di atas panggung, pembawa acara langsung menyergap dengan pertanyaan :
’’Bapak Menggung, apa yang menyebabkan Bapak selalu percaya diri, meski usia Bapak menjelang seabad ?’’
’’Tidak ada alasan untuk bernyali ciut di hadapan anda dan hadirin semua. Karena saya punya kelebihan, yang anda tidak punya’’
’’Oo ya, mungkin Bapak bisa jelaskan lebih rinci’’
’’Pertama, anda semua hari ini telah menobatkan saya sebagai anggauta tertua, berarti yang lain usianya di bawah saya, hiya toh. Kedua, di antara anda dan para hadirin telah menyelesaikan S Satu, atau S Dua, atau S Tiga, sedangkan saya telah S Lima’’
Pembawa acara terkesima sesaat, lalu mengajak hadirin untuk applause. Maka suasana gedung menjadi meriah oleh tepuk tangan dan ketawa hadirin. Pembawa acara  segera sadar kembali kepada tugasnya : ’’Bapak Menggung, boleh dong Bapak jelaskan tentang S Lima Bapak. Kita-kita jadi penasaran nih’’
’’Baiklah  “ S Lima ” itu artinya adalah : “ Saya….. Sudah….. Sepuh….. Susah….. Sanggama ”.
Maka susasana gedung seolah meledak, tepuk tangan dan ketawa hadirin tiada hentinya. *  

CERITA HUMOR : ’’ S K A K ! ! ! ’’

’’ S K A K    ! ! ! ’’   
(Trilaksito Saloedji)

Hari Sabtu yang lalu kami (aku, istriku dan adik-adik serta iparku) menghadiri hajatan pernikahan keluarga di Banyuwangi. Sekitar pukul satu siang sudah usai, kami keluar dari halaman Gedung Wanita tempat hajatan tersebut. Adikku berkata: ’’Kita bisa terus pulang kan ?’’
Sambungku : ’’Ya, tapi nanti kita mampir di Ketapang’’. Tanyanya tidak mengerti: ’’Kenapa?’’
’’Ke depot, ngisi perut’’. Tanyanya : ’’Bukankah baru makan ?’’

Di Ketapang singgah di spbu, mengisi perut mobil (memenuhi tangki bbm). Kemudian meluncur ke warung lesehan “Lumintu” di sebelah Utaranya. Aku mengajak Pak Sopir turun supaya
makan. Istri dan adik-adikku mengikuti. Ada yang berkata : ’’Di dalam mobil panas’’. Memang hawa di sekitar Banyuwangi panas.
Suasana warung yang sederhana itu ternyata teduh. Ada tempat duduk lesehan kira-kira setengah meter tingginya dari lantai. Pak Sopir pesan nasi soto dan es teh, yang lain hanya pesan minuman dan mengambil camilan. Pemilik sekaligus pelayannya, sepasang suami istri muda. Seorang anak perempuan kecil bongsor mengekor bapaknya yang mengantarkan minuman. Dia lalu menghampiri kami sambil senyum-senyum. Membuat gemas.

Terjadi dialog ringan. ’’Anak cantik, siapa namamu ?’’ Jawabnya : ’’Isah’’
’’Isah sudah sekolah ?’’ Jawabnya tangkas : ’’Sudah’’
’’Kelas berapa ?’’ --  ’’Paud’’. Dia tersenyum ramah sambil memandang kami berenam bergantian. - ’’Yang makan cuma satu’’, celetuknya lucu, matanya berbinar lugu, tangannya menunjuk ke Pak Sopir. Jawab adikku : ’’Hiya, yang lain sudah makan’’
’’Di mana ?’’ -- ’’Di tempat manten’’
’’Tapi di sini kan belum ?’’, ucapannya mantap, seperti pemain catur handal yang mengucapkan ’’SKAK !!!’’ kepada lawannya. Kami semua tertawa lepas.
Dalam perjalanan pulang masih terngiang di telinga, seorang anak balita yang lugu tadi telah men – SKAK kami semua.* 

CERITA HUMOR : ’’ SOPIRNYA LARI……..SOPIRNYA LARI………’’

’’ SOPIRNYA LARI……..SOPIRNYA LARI………’’
(Trilaksito Saloedji)

Pimpinan Pabrik menugaskan saya untuk melayani seorang peneliti dan asistennya dari sebuah Perguruan Tunggi yang terkenal, selama beliau di Pabrik Gula Jatiroto. Beliau akan meneliti dan menggali budaya setempat dan memformulasikan, agar bisa menunjang kegairahan  petani Tebu Rakyat untuk menanam tebu sesuai ketentuan.

Hari itu beliau ingin mengetahui masyarakat desa di daerah pinggiran tanah H.G.U. (Hak Guna Usaha) pabrik. Maka saya antar dengan kendaraan ril, yang dikenal dengan nama  ’’draisin ’’. Orang setempat menamai ’’dreksi ’’ (mungkin mengadopsi dari nama ’’direksi ’’)

Draisin, seperti mobil, bentuknya kotak empat persegi. Di bak muka, bisa untuk duduk empat orang. Di bak belakang, pinggir kanan adalah tempat duduk sopir, pinggir kiri ada satu tempat duduk Di antara dua tempat duduk ini adalah tempat mesin. Sebelah muka dan belakang berkaca lebar seperti kendaraan pada umumnya. Tetapi pinggir kanan dan kiri kendaraan ini terbuka, sehingga penumpangnya betul-betul menikmati AC alam

Beliau duduk di bak muka sebelah kiri, sedang asistennya (seorang cewek) duduk di sebelah kanan. Sedangkan saya memilih duduk di bak belakang sebelah kiri.
Kemudian dari muka (masih jauh) terlihat moncong lokomotif, sedang menarik rangkaian lori tebu menuju ke Utara. Alarm lampu dan bunyi sulingnya memberi tanda agar kendaraan ril yang berada di mukanya segera menyimpang ke jalur lain. Sedangkan draisin ini menuju ke arah Selatan, pada jalur ril yang sama dengan lokomotif tersebut.
Kata sang asisten cemas : ’’Kalau begini kita bagaimana ?’’ 
Saya menjawab santai : ’’Tenang saja Bu’’.
Lokomotif makin dekat, lampu loko menyala, ketakutannya makin tampak. Apalagi setelah dilihat sopir draisin ini meloncat turun dan lari ke muka mendahului draisin yang sedang berjalan perlahan. -  ’’Sopirnya lari……sopirnya lari…….’’,  katanya panik.
Saya bicara lagi : ’’Santai saja Bu, sopirnya sudah tahu kewajibannya’’.

Sang sopir kemudian, memindah handel “ wesel “, sehingga draisin ini mengikuti jalur jalan lori belok ke kanan. Setelah itu handel wesel dipindah lagi seperti semula. Sehingga lokomotif dan rangkaian lori isi tebu tersebut dapat melaju ke Utara tanpa halangan.

Ketika sang sopir memindah wesel lagi dan draisin kembali ke jalur menuju ke Selatan, Bu Asisten nampak tersenyum tersipu.*
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...