Rabu, 02 April 2014

MALANG TEMPO DOELOE dalam CERITA (7) 

DEMI ....................  TEBU
(Trilaksito Saloedji)

Waktu itu aku masih kelas satu SMP. Bersama orangtua dan saudara-saudaraku tinggal di Jalan Bandung Gang I (sekarang Jalan Batujajar). Aku mempunyai teman sekelas dan teman akrab, tinggal di Jalan Jakarta Gang I. Namanya Djupri. Kami sering bermain atau belajar bersama, di rumahku atau di rumahnya. Sehingga kami sangat mengenal dan akrab dengan  orang tua dan saudara-saudara kami masing-masing.

Suatu sore, ketika aku ke rumahnya diajak ke dapur. Terlihat setumpuk batang tebu. Dia mengambil dua buah pisau. Maka kami berdua mengupas kulitnya, mengerat lalu mengunyahnya. Rasanya manis sekali. Aku bertanya : ‘’Pri, tebu sekian banyak ini dapat dari mana?’’
‘’Kakakku yang mengambil dari lori yang membawa tebu ke Pabrik Kebon Agung.

Sambil makan tebu dia bercerita. Pada musim giling, tebu di kebun ditebang lalu dimuat di lori. Pada malam hari rangkaian lori itu ditarik lokomotif. Antara lain lewat Samaan, jembatan di atas Kali Brantas dan Jalan Oro-Oro Dowo, lewat di sekitar Jalan Jakarta, Gading Kasri, Taman Gayam/Bareng, Mergan dan seterusnya sampai di Pabrik Gula Kebon Agung.
Ketika dari jauh terdengar lengking peluit lokomotif menyobek gelap malam, dan  nyala oncor di atas lori berkelebat tertiup angin,  kakak Djupri dan anak-anak muda lainnya siap di tempat-tempat yang memudahkan mereka naik ke lori. Meski masinis memacu laju lokomotifnya, anak-anak muda itu dengan keberanian dan kecekatannya, sebagian bisa naik ke atas lori. Lalu menurunkan berkolong-kolong tebu ke tanah. Kerja mereka bukan tanpa resiko. Gagal naik ke atas lori, jatuh dan terluka. Atau kena sabet pentungan beberapa waker (penjaga tebu) yang naik di atas muatan tebu.

Kemudian aku meneruskan ke Sekolah Pertanian, Djupri ke STM. Kami jarang bertemu. Setelah aku bekerja di Pabrik Gula, ketika cuti kusempatkan ke rumahnya. Bertemu bapak dan ibu serta kakaknya. Suasana haru setelah sekian tahun tidak bertemu. Dan pilu karena melihat kakak Djupri. Berjalan tertatih-tatih, ditopang dua buah tongkat di ketiaknya. Sebuah kakinya dibawah lutut diamputasi. Ceritanya pada saat meloncat turun dari lori, dia terpeleset, jatuh dan kakinya tergilas roda lori. Demi ........tebu. *
Bsl/ 010414

MALANG TEMPO DOELOE dalam CERITA (6) 

ADA BUAYA ............
(Trilaksito Saloedji)

- Ada buaya ....! - Di mana? - Di kota Malang?
- -  Ya, di mana lagi. Ini kan Cerita tentang Malang Tempo Doeloe. Jadi kejadiannya ya di kota Malang.
- Ah, yang benar. Mana mungkin. Buaya itu biasanya hidup di kuala atau muara sungai, atau di kebun binatang. Sedangkan Kota Malang jauh dari laut dan tidak mempunyai kebun binatang.


Kejadiannya sekitar akhir dasawarsa limapuluhan. Aku masih sekolah di SMPK Oro-Oro Dowo. Pada waktu istirahat, sebagian siswanya berbondong-bondong keluar lewat halaman belakang. Menyusuri pinggir ( Barat) kali Brantas, lalu lewat jembatan gantung. Sampailah di halaman belakang SGA Katholik Celaket. Lewat samping kanannya, sampailah di trotoir Jalan Celaket. Sebelah kanan adalah asrama Polisi. Sampai di trotoir jembatan, di bawahnya adalah kali Brantas yang mengalir dari arah Barat / Barat Laut. Di situ ada kerumunan orang. Kamipun berhenti dan bertanya-tanya.
- Ada apa? Orang-orang di pagar jembatan mengarahkan tubuh dan pandangannya ke air kali yang dengan lincah melewati bebatuan dan menyusuri jeram-jeramnya.
- Ada buaya!
- Mana? Di mana?
- Kadang-kadang nampak, kalau airnya agak surut.

Kami melanjutkan langkah, melewati sebuah bangunan (sekarang Hotel Graha Kartika), pertokoan (sekarang Avia), lewat Jalan Oro-Oro Dowo, lalu masuk gang, sampailah kami kembali di belakang halaman sekolah.

Demikian berita heboh itu berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu. Tetapi anehnya kemunculan buaya yang menghebohkan itu katanya hanya di satu tempat, yang nampak dari pagar jembatan.

Suatu saat air kali agak surut. Berita heboh itu terkuak. Memang benar ada penampakan buaya di tengah kali Brantas. Tetapi buaya itu tetap diam saja. Setelah diamati ternyata adalah batu yang dipahat seperti buaya, oleh seorang seniman.

Aku tidak mengikuti berita selanjutnya. Siapa seniman yang kreatip itu?  Kapan dia  melaksanakan karyanya?  Karena aku lalu pindah sekolah. Mungkin ada Arema yang lebih tahu/mendengar tentang hal ini, silakan tulisanku ini disempurnakan.* (Bsl, 090314)

MALANG TEMPO DOELOE dalam CERITA (5) 

PECEL MBEBEKAN
(Trilaksito Saloedji)

Sekitar akhir dasawarsa limapuluhan dan awal dasawarsa enampuluhan,  “Mbebekan” menjadi terkenal. Mbebekan adalah nama sebuah pedukuhan. Letaknya di sekitar Jalan Langsep Malang.

Terkenal karena mempunyai kekhasan. Yaitu Pecel Mbebekan. Sayurannya adalah “semanggi” dan kecambah (taoge). Beberapa ibu-ibu menjajakan dagangannya dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung.

Dagangannya ditempatkan di bakul dan semacam baki di atasnya. Bakul dan baki tersebut “disunggi” di atas kepalanya yang diberi alas kain tebal.

Sebagai kelengkapan pecel, dijual “dadar jagung” yang dibuat tipis melebar seperti “rempeyek kacang”.*

MALANG TEMPO DULU dalam CERITA (4) 

LAMBAUW
(Trilaksito Saloedji)

Kebanyakan orang mengenal dan menyebut LAMBAUW,  atas sebuah kawasan di Jalan Tanjung Malang. Kawasan itu luasnya lebih dari 30 Hektare. Sejak tahun 1927 dijadikan Sekolah Pertanian (Cultuur shool/CS). Pada jaman Jepang dinamakan SPMT (Sekolah Pertanian Menengah Tinggi). Setelah Kemerdekaan, menjadi SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas Negeri).

LAMBAUW adalah istilah “kaprah” dari kata yang benar dalam bahasa Belanda yaitu LANDBOUW yang artinya : Berladang/Berkebun. Kawasan itu terdiri dari bangunan gedung, lapangan sepak bola dan volley-bal, serta lahan untuk bercocok tanam yang cukup luas.
Bangunannya terdiri dari gedung sekolah (ruang sekolah dan  kantor), ruang olah raga, aula, asrama (putra dan putri), perumahan guru, gudang dan gudang alat-alat pertanian, garasi dan bengkel (traktor dan alat-alat pertanian), serta green-house. Ada juga sebuah ruang terbuka untuk penggilingan tebu.

Lahan pertanian ditanami tanaman keras dan tanaman semusim. Tanaman keras meliputi :
tanaman kopi, karet, kelapa sawit, kina, coklat. Tanaman semusim terdiri dari padi, jagung, tebu, kacang tanah, ubi jalar. Serta tanaman buah-buahan, antara lain jeruk, semangka
Ada juga kebun bunga dan anggrek yang ditanam di green-house.

Tempat pendidikan pertanian itu telah melahirkan ahli-ahli pertanian yang mengabdikan dirinya  di pemerintahan dan swasta. Beberapa diantaranya ada yang menjadi pejabat tinggi antara lain Menteri Pertanian pada jaman Orde Baru.

Sangat disayangkan mulai akhir abad ke 20, kita tidak dapat menemukan LAMBAUW  lagi.  Kawasan hijau yang bisa menjadi penyerap air itu, telah di-alih fungsikan menjadi kawasan perumahan elite. Kita tidak dapat menemukan “cagar sejarah” yang menandai KOTA MALANG sebagai KOTA yang INDAH. * (bsl, 24/02/14).

MALANG TEMPO DOELOE dalam CERITA (3) 

GRABAH  NJENGGRIK
(Trilaksito Saloedji)

GRABAH adalah barang-barang keperluan rumah tangga atau barang-barang untuk hiasan, yang terbuat dari tanah. Antara lain kendi yaitu tempat air untuk minum, kuali adalah tempat menjerang air, gentong ialah tempat menyimpan air, dandang adalah tempat menanak nasi, layah berbentuk bulat datar semacam piring, asbak tempat puntung rokok, dan lain-lain. Tanah yang dipakai sebagai bahan baku adalah tanah liat / lempung.

Alat yang dipakai cukup sederhana. Berupa kayu datar dan bundar yang bisa diputar, bertumpu pada alat lain di bagian bawah. Tanah lempung yang sudah ‘’diolah’’, dibentuk di atas kayu bundar datar tersebut sembari diputar, menjadi barang yang direncanakan.

Barang-barang yang sudah jadi dikumpulkan sesuai jenisnya lalu dianginkan. Pada saatnya, lalu dibakar pada tungku dalam waktu tertentu, dengan bahan bakar kayu dan sekam padi. Setelah dingin lalu dikeluarkan dari tungku, kemudian dipasarkan.

NJENGGRIK adalah nama pedukuhan (bagian dari desa). Letaknya di gang-gang, di sisi kiri dan kanan jalan (sekarang) jalan Majen Panjaitan Malang. Tempat itu, sampai dengan tahun 1960-an merupakan sentra pembuatan grabah.

Namun keadaan berubah. Persawahan berubah fungsi menjadi perumahan, gedung-gedung (Universitas Brawijaya) dan bangunan lainnya. Bahan baku tanah lempung sulit diperoleh. Perajin grabah gulung tikar, kerajinan grabah sirna begitu saja *.

MALANG TEMPO DOELOE dalam CERITA (2) 

PULOSARI
(Trilaksito Saloedji)

Sampai dengan sekitar tahun 1973, PULOSARI dikenal sebagai tempat peresapan air.
Lokasinya berada di tempat yang berbatasan dengan Jalan Pandan di sebelah Utara, Jalan Kawi di sebelah Selatan, Jalan Pulosari di sebelah Barat, dan di sebelah Timur bangunan perumahan.

Tempat peresapan air itu berbentuk cekungan lebar bundar di sebelah atas. Mengerucut ke bawah agak landai. Pada dasar cekungan ada bangunan pengairan untuk  menampung air buangan.
Jadi fungsi peresapan air itu adalah menampung air buangan riol-riol dari Bareng, Pulosari dan sekitarnya. Air tersebut kemudian dialirkan ke sungai kecil (sekarang berada dibawah bangunan pertokoan Jalan Kawi), lalu mengalir lewat Bareng Pasar, menuju ke Selatan, ke sungai yang membelah Jalan Kasin dan Jalan Tanjung.

Cekungan Pulosari sangat disukai anak-anak sebagai tempat bermain. Dengan bermodal pelepah palem raja yang sudah luruh, anak-anak bermain luncur-luncuran, dari atas ke bawah. Demikian diulang tiada mengenal lelah.

Kemudian tempat peresapan air tersebut beralih fungsi menjadi Gelanggang Olah Raga. Akhirnya berubah fungsi lagi menjadi pertokoan Giant sampai sekarang.*

Renungan :
Di dalam Al-Qur’an, manusia berulangkali diingatkan : Jangan membuat kerusakan. Tetapi mereka selalu berdalih, bahkan kami memperbaiki.
Sebenarnya mereka tahu dan mengerti, perlunya tempat peresapan air agar tidak menimbulkan banjir. Tetapi hatinya telah diselimuti bujukan setan. Jalan apapun ditempuh mereka untuk mendapatkan keuntungan dunia *.

MALANG TEMPO DOELOE dalam CERITA (1) 

OPAS TROTOIR
(Trilaksito Saloedji)

Rumah seorang temanku di bilangan Kayutangan gang 5.  KAYUTANGAN adalah nama jalan yang sangat lebar (waktu itu) yang membelah jantung kota MALANG. Ada jalan trem juga di atasnya. Sekarang jalan itu diganti namanya menjadi Jalan BASUKI RACHMAT (Mantan Menteri Dalam Negeri zaman Orla).

Kakeknya pernah cerita, bahwa TROTOIR di pinggir jalan itu sangat bagus, lebar dan bersih. Dibuat dari pasangan tegel yang tidak licin di kala hujan. Seorang Opas (mungkin sekarang Satpol PP) ditugaskan menjaga keamanan dan ketertibannya. Opas itu sangat disiplin. Pokoknya trotoir adalah tempat untuk orang berjalan kaki. Tiada ampun, bila ada yang mencoba naik sepeda di atasnya, atau ada yang membuang kotoran/sampah. Tiada satupun pedagang kaki lima yang menjarah keberadaannya. Keadaan waktu itu betul-betul TERTIB, BERSIH dan INDAH.

CATATAN : Kera ngalam – Sam Didik Sunardi, sam Mas Bambang Setiyono, sam Widya Primandaru dkk,  dan semuanya saja yang belum saya sebut di sini - ;   saya ajak untuk menggali cerita seputar :  MALANG TEMPO DOELOE.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...