(Trilaksito Saloedji)
Malam pertama
kami memanggil penjual sate ayam. Ternyata penjualnya berasal dari Madura.
Dengan asesoris pakaian dan ikat kepala yang khas. Kami dapat berkomunikasi
memakai bahasanya (Madura) dengan akrab. Rasanya kami seperti sedang di daerah
Situbondo saja.
Malam kedua. Kami
menunggu cukup lama, tetapi tidak ada penjual makanan keliling. Heran. Mau
keluar mencari makanan malas. Badan terasa lelah, mata sudah pada mengantuk. Tiba-tiba
terdengar suara khas seperti kemarin : ’’…….Teeeeee…….Yaam’’,
berulang-ulang. Suara itu makin mendekat. Kami berhamburan keluar. Benar
penjual sate ayam dengan asesoris pakaiannya yang khas seperti kemarin. Kami
langsung pesan dengan bahasa Madura. Penjualnya memanggang sate dan melayani
tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Setelah kami perhatikan, ternyata
penjualnya bukan orang yang kemarin.
Ketika di antara kami ada yang berbicara dengan bahasa Jawa, dia nimbrung : ’’Kula kingKediri
kok Mas, mboten saged wicanten Medunten’’ (’’Saya dari Kediri Mas, tidak bisa
berbicara dengan bahasa Madura’’).
Ketika di antara kami ada yang berbicara dengan bahasa Jawa, dia nimbrung : ’’Kula king
Oh pantesan ………., sejak tadi diajak bicara dengan bahasa
Madura diam saja.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)