KAWIN LAGI
(Trilaksito Saloedji)
Kami tinggal di kota
kecil dalam komplek perumahan dinas suatu BUMN. Meski pendapatanku tidak
berlebihan, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan yang layak pada masa itu.
Jika tidak ada acara
penyuluhan pada malam hari aku selalu di rumah, berkumpul dengan istri dan
anak-anak. Suasananya tenang dan harmonis.
Suatu malam istriku bertanya : - ‘’Mas, Sinder yang bekerja di
Mlandingan (suatu Kecamatan di Kabupaten
Situbondo) itu ada berapa orang ?’’ Jawabanku : - ‘’Hanya saya sendiri. Ada apa ?’’’’.
- ‘’Oh tidak, hanya tanya saja’’
Minggu berikutnya, ketika kami bersama-sama di ruang
keluarga, istriku bertanya :
- ‘’Apakah wilayah kerja seorang Sinder per kecamatan hanya
satu orang ?’’
- ‘’Tidak juga, ada yang satu kecamatan wilayah kerjanya
dipegang dua orang’’
Berselang beberapa minggu kemudian. Dalam perjalanan ke
kebun, sopirku berkata :
- ‘’Tadi ibu bertanya, wilayah kerja Bapak di kecamatan mana
?’’ - ‘’Apa jawabanmu ?’’
- ‘’Ya saya jawab di Kecamatan Mlandingan’’ Aku berpikir
tentang pertanyaan istriku yang sudah tiga kali ini kudengar. Namun setelah
sampai di rumah aku lupa untuk menanyakannya.
Setelah menerima gaji, Sabtu sore aku sekeluarga ke kota Situbondo. Kesempatan
itu kami gunakan untuk berbelanja dan makan-makan. Jeep kusopiri sendiri.
Ketika sampai di perbatasan desa Buduan dan Selomukti, aku bercerita kepada
istriku :
- ‘’Ini batas Barat Desa Selomukti, mulai dari sini wilayah
kerjaku’’ Istriku mengangguk sambil melihat suasana sekitarnya. Kebun tebu,
persawahan dan Laut di sebelah Utara.
- ‘’Ini perbatasan desa Selomukti dan desa Mlandingan
Barat’’. Istriku tetap antusias melihat keadaan kiri dan kanan jalan. - ‘’Ini
perbatasan Mlandingan Barat dan desa Mlandingan Timur’’ Kecepatan kendaraan aku
kurangi sambil berkata : ‘’Setelah melewati jembatan ini lihat ke Selatan, ada
rumah dengan cat berwarna biru’’. Istriku mengikuti petunjukku mungkin tidak
tahu apa maksudku. Kendaraan makin
kuperlambat. Aku melanjutkan : ‘’Itu rumah Pak Mugni’’. Istriku langsung
bertanya : - ‘’Lho Pak Mugni rumahnya kan
dekat pabrik ?’’
- ‘’Ya, yang di pabrik istri pertama dan yang barusan istri
kedua’’.
Kemudian kulihat istriku menghempaskan tubuhnya ke sandaran
kursi dan tidak melihat ke kanan atau ke kiri seperti tadi. Kupikir mungkin
payah atau pusing.
Setelah sampai Pasir Putih, terdengar pertanyaannya :
‘’Apakah jabatan Pak Mugni itu Sinder ?’’
- ‘’Benar’’ – ‘’Wilayahnya mana ?’’. Kemudian kujelaskan :
‘’Pak Mugni itu Sinder Tebang, jika musim giling dia menebang tebu di wilayah
di Mlandingan’’.
Setelah sampai di rumah, istriku tersenyum sumringah sambil
memelukku.
- ‘’Sekarang teka-teki yang menghantui aku sudah terjawab’’.
- ‘’Kenapa ?’’, tanyaku
- ‘’Yang kawin lagi itu Pak Mugni, Bukan Mas….’’
- ‘’Memangnya mendengar dari siapa ?’’ Lalu istriku
bercerita, ketika sebulan yang lalu
menjenguk ibu di Malang ,
naik bis dari terminal Besuki. Di dalam bis mendengar ada dua orang lelaki yang
membicarakan tentang sinder Mlandingan yang kawin lagi. *
blog anda sangat bermanfaat dan penuh wawasan
BalasHapus