(Trilaksito Saloedji)
Bekerja di lapangan. Berpanas-panas di terik matahari. Berjalan diterpa angin. Atau berbasah
kuyub diguyur hujan. Menghadapi orang ’’lapangan’’ yang lebih ’’spontan’’ dari
pada pegawai kantoran. Itulah resiko pekerjaan yang sudah menjadi pilihanku..
Suatu siang yang
terik, aku masuk dan memeriksa suatu kebun yang selesai dibuka/diolah serta
dibuat alur paritnya oleh operator ’’crowler tractor’’. Aku berjalan ke tengah
kebun diikuti seorang mandor. Hari panas terik tidak kuhiraukan. Kalau
hanya haus aku siap membawa fieldflesh yang penuh air minum.
Tiba-tiba angin bertiup kencang dengan suara yang khas.
Dalam waktu singkat angin yang bergerak dari atas sambil berputar ke bawah, membawa
tanah berdebu di kebun yang baru di traktor itu. Mengalir menuju kearah aku dan mandorku berdiri.
Ada yang bilang ini “angin lesus”. Orang setempat bilang : “bus-bus
leng-leng” (angin yang berputar). Jika menghadapi hal seperti itu, cerita
seniorku : tetap berdiri diam, menutup mata, bertahan diri. Angin menyelubungi
diri, seolah mau mengangkat tubuh ke atas, membawa topi pulkahku (topi kebun)
terbang ke angkasa.
Begitu angin berlalu, topi pulkahku telah berpindah
berpuluh-puluh meter dari tempatku.
Setelah keluar kebun jangan dikata bagaimana keadaan tubuh
dan pakaian yang penuh debu. Mulai ujung rambut, alis, kumis dan seluruh
pakaian dan tubuh sampai sepatu kebun-ku dilapisi debu putih ke abu-abuan.
Busyet, ada yang bilang …….seperti prajuritnya prabu Ramawijaya*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)