Pengajian ba’dal
shalat subuh pagi ini tentang : ’’Teori dan praktek mengkafani jenazah’’.
Tiga lembar kain
kafan telah dipasang berlapis di atas karpet/sajadah masjid. Sukarelawan yang
berperan sebagai ’’jenazah’’ adalah seorang remaja. Siap tiduran terlentang di
atas kain kafan, kedua tangan ditumpangkan di atas dadanya.
Sementara itu Pak
Ustadz memberi penjelasan tentang warna kain kafan. Tidak harus putih. Kain
berkembang semacam batik juga boleh. Kain bergaris juga boleh. Bahkan pernah
terjadi jubah
Nabi Muhammad
diminta untuk mengkafani seseorang. Wewangian/kapur barus taruh pada
persendian tubuh jenazah. Pemakaian kapas pada jenazah tidak ada hadisnya. Setelah
tidak ada lagi pertanyaan dari jamaah, maka praktek mengkafani jenazah dimulai
Kain paling atas yang panjangnya tidak sampai menutup kepala
dan telapak kaki mulai dikatupkan. Boleh dimulai dari yang kanan atau kiri
jenazah. Setelah itu kain lapis kedua dikatupkan menutupi kepala (lebih) dan
kaki (lebih). Yang terakhir kain lapis ketiga. Lalu di atas kepala dipasang
tali (tentu saja tidak ketat). Demikian juga tali untuk yang lain. Teori dan
praktek serta penjelasan atas pertanyaan, selesai dalam waktu tiga puluh menit.
Acara berakhir. Petugas membuka kembali kain-kain kafan dari
’’jenazah’’. Ketika jamaah mulai bergerak keluar masjid. Sang ’’jenazah’’ masih
terlentang dengan tenangnya.
Rupanya ’’jenazahnya’’…….. tertidur.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)