Senin, 20 Oktober 2014

CAAS - (3) - SAMBAL

CAAS - (3) - SAMBAL
(Trilaksito Saloedji)

Sejak sama-sama bujangan, aku dan Mas Darta  bekerja dalam satu kantor dan tinggal satu mess. Setelah menikah dan pindah ke lain kota, hubungan kami tetap baik. Saling berkunjung.

Akhir minggu ini aku dan isteriku ke rumahnya. Dijamu makan malam. Di atas meja makan tersedia lauk yang menggugah selera makan. Sop sayur dilengkapi dengan bakso, ayam goreng dan lalapan serta sambal terasi yang baunya merangsang.

Kami ber-empat makan sambil bercakap-cakap dengan santai. Kesukaan Mas Darta akan lalapan rupanya tetap seperti dulu. Daun selada yang hijau segar, mentimun dan kacang panjang, dilahapnya. Tetapi yang mengherankan dia tidak mengambil sambal terasi sedikit pun.

‘’Mas sekarang tak suka sambal?’’, tanyaku. Yang menjawab isterinya :
‘’Siapa bilang, Mas Darta sekarang sambalnya istimewa, lihat tuh’’
Aku melihat, di dekat piring Mas Darta ada sebuah piring kecil. Isinya beberapa cabe rawit lengkap dengan tangkainya, garam dapur, terasi dan sendok kecil.

Kami melihat Mas Darta memegang tangkai cabe. Lalu ujung cabe dicocolkan ke garam dan ke terasi. Setelah keduanya melekat pada cabe, lalu digigitnya. Dia lalu mengambil daun selada atau lainnya dan memasukkan ke mulut untuk dikunyah bersama-sama cabe tadi. Kami keheranan memandangnya.
‘’Mulai kapan Mas “nguleg”  (bahan sambal) itu dalam mulut?’’, tanyaku disambut tawa yang hadir di situ.
‘’Tanya saja kepada Mbakyumu’’.

Lalu isterinya cerita. Suatu sore ketika dia sudah dijemput kendaraan untuk pergi bersama ibu-ibu yang lain, bersamaan dengan datangnya Mas Darta dari kantor.
Isterinya berpesan : ‘’Mas, makanan sudah siap di meja makan, hanya sambelnya belum ku “uleg” (dihaluskan dengan uleg-uleg), aku pergi dulu’’.

Kemudian Mas Darta melanjutkan :  ‘’Melihat cobek dan isinya, malas untuk “nguleg”, maka aku mengambil cabe rawit, kucocolkan ke garam dan terasi, lalu kugigit. Ternyata asyik juga. Aku bisa memperkirakan “imbangan rasa” ketiga bahan tersebut di dalam mulut’’.


‘’Kalau semua orang seperti Mas Darta, tidak ada lagi orang jualan cobek’’. Yang lain tertawa. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...