MANTAN KAPTEN
KAPAL
(Trilaksito Saloedji)
Awalnya aku duduk bersebelahan dengan seseorang yang seusia
dengan aku pada acara tasyakuran haji. Aku memperkenalkan diri, dia pun
menyambut uluran tanganku dengan menyebut namanya : ‘’Sanusi’’. Selama acara tasyakuran tersebut
kuperhatikan duduknya tidak bisa tenang, selalu berubah posisi dan badannya
bergerak ke kiri dan kanan secara beraturan. Sangat menarik perhatian untuk
mengajak bicara lebih lanjut.
- ‘’Tempat tinggal Bapak di mana ?’’, tanyaku. -
‘’Dekat Tandon air Pemda’’, jawabnya
- ‘’Tapi rasanya saya belum pernah ketemu Bapak’’, kataku.
- ‘’Memang saya
baru saja kembali kesini. Setelah pensiun saya tinggal di Jakarta. Tetapi
karena istri saya meninggal, akhirnya saya putuskan kembali ke rumah warisan
orang tua di seberang tandon air, mencari ketenangan’’, jelasnya.
- ‘’Pilihan yang
tepat, memang di sini tenang, kita bisa
beribadah dengan teratur karena letak masjid tidak jauh’’. Aku membenarkan
langkahnya, lalu kusambung : - ‘’Sebenarnya sewaktu kecil saya juga
tinggal disini’’. Tanyanya : - ‘’Di mana ?’’
- ‘’Dulu orang
tua saya menyewa di Penanggungan 68’’. Dia memposisikan diri menghadap saya,
memperhatikan saya mulai ujung rambut ke bawah. Lanjutnya : - ‘’Saya lupa,
tolong ulangi nama Bapak ?, tanyanya
menegaskan. Jawabku : - ‘’Trilaksito’’.
- ‘’Dulu sekolah
di SR NIROM muridnya Pak Kadir lalu Pak Aswata ?’’. – ‘’Benar !’’,jawabku
- ‘’Lho anda
Sanusi teman lamaku dulu’’. – ‘’Benar tidak salah lagi’’, jawabnya sambil
berdiri. Aku pun berdiri menyambut rangkulannya dengan akrab dan suka cita.
- ‘’Berapa tahun kita tidak ketemu’’, tanyanya. - ‘’Sekitar lima puluh tahun’’
Lalu lamunanku melayang pada masa yang lalu. Dulu kami
bertiga Sanusi, Matsari dan aku, kemana-mana selalu bersama. Pulang sekolah,
mencari jambu biji, maupun mandi di kali Kadalpang. Sejak kami duduk di Sekolah
Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) sampai lulus Sekolah Menengah Pertama. Namun
karena keadaan dan berbeda pilihan, keduanya masuk Sekolah Menengah Atas dan
aku sendiri meneruskan ke Sekolah Pertanian Menengah Atas. Setelah itu kami
berpisah. Tidak pernah bertemu.
Sesudah pertemuan itu, aku diajak ke rumahnya karena tidak
jauh dari tempat undangan tasyakuran. Sanusi bercerita bahwa setelah keluar dari
SMA lalu melanjutkan ke AIP (Akademi Ilmu Pelayaran). Setelah lulus bekerja
berpindah-pindah dari satu Maskapai Pelayaran ke Maskapai yang lain melanglang
buana. Yang terakhir masuk di PELNI menjadi kapten kapal yang berlayar ke
Indonesia Timur. Banyak pengalamannya yang dituturkan kepadaku.
Aku bertanya : ‘’Tapi yang aku tidak mengerti San,
kuperhatikan mengapa cara duduk dan berdirimu selalu bergoyang, seperti orang
tidak tenang ?’’, tanyaku.
Jawabnya tersenyum : ‘’Mungkin dari kebiasaan di kapal sekian
puluh tahun selalu digoyang ombak, badanku menyesuaikan. Aku tertawa sambil
berkata : - ‘’Jadi kalau saya jadi petani yang setiap hari mencangkul,
jalanku harus terbungkuk-bungkuk begitu ?’’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)