SOPBUNG
(Trilaksito Saloedji)
Sampai di seputar Probolinggo sudah waktunya makan malam.
Maka di sebuah depot dipinggir selatan jalan, kami menghentikan kendaraan kami.
Masuk ruangan depot yang terang, nampak gaya
pengaturan lama : bangku panjang menghadap meja panjang. Agak ke tengah meja,
ada rak/lemari kaca sepanjang meja ini. Lemari kaca tersebut berisi lauk pauk
yang dijual : telor mata sapi, pegor, berbagai ikan goreng, daging goreng,
berbagai jerohan goreng, oseng tempe , mi goreng, sambal,
krupuk. Sementara itu ada dua orang
masuk lalu pesan :
’’Nasi rawon satu , nasi gule satu, minumnya teh dan kopi
panas’’.
Adikku bertanya kepada ibu pemilik depot sekaligus yang
melayani :
’’Ada
sate Bu ?’’
’’Sopbung’’
Adik yang lain nyeletuk
: ’’Menu baru nih, boleh juga. Saya coba sopbungnya satu Bu’’
Ibu penjual memandang heran kepada adik saya, lalu berkata :
’’Sopbung’’
’’Ya, sopbungnya satu’’
Aku tersenyum, salah
paham yang menggelikan ini harus segera kuluruskan. Adikku kuberitahu bahwa
depot ini tidak menjual sate, juga tidak menjual sopbung, karena ‘sopbung’ itu
berarti ‘tidak ada/habis’. Bukan ‘sop dari sayur bung (umbi pohon bambu muda)’
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)