Jumat, 14 Juni 2013

CERITA HUMOR : LINTAH DARAT

LINTAH DARAT
(Trilaksito Saloedji)

Setelah berkendara mobil sejauh 35 km sampailah aku di suatu desa/padukuhan Ayer Dingin. Letaknya di sebelah Utara Gunung Argopura. Tempatnya sepi, berhawa sejuk. Aku berhenti di sebuah warung makan. Menikmati hidangan yang tersaji, sambil berbincang dengan pemilik warung dan orang-orang yang sedang berada di warung itu. Yang menarik dari keterangan mereka adalah ‘’cerita’’ tentang lapangan terbang di lembah gunung Argopura yang dibangun Jepang sebagai pangkalan Angkatan Udaranya. 

Daerah itu sekarang menjadi hamparan savana dengan ilalangnya dan tanaman perdu lainnya. Di ketinggian tempat itu bisa ditemui tanaman bunga edelweys tumbuh dengan liar. Bekas lapangan terbang itu bisa ditempuh dari Ayer Dingin dalam waktu sehari penuh. Tentunya dengan penunjuk jalan yang mengetahui tempat itu.

Suatu hari aku bercerita kepada Pak Karya dan Pak Bambang rekan sejawatku. Kemudian kami bertiga sepakat untuk pergi bersama. Meskipun tak sampai tujuan tidak mengapa, pokok sudah tahu arahnya dan beratnya tantangan. Ketika kami sedang berbincang, datanglah Pak Sihab menyatakan ingin ikut. Sebenarnya kami keberatan, karena menyangsikan kekuatannya. Mengingat tubuhnya yang tambun dan jarang berolah raga. Namun dia tetap ngotot ingin ikut.

Pada hari Minggu, pagi-pagi kami naik mobil ke Ayer Dingin. Mobil diparkir di dekat warung. Kami mengambil bekal yang dipesan di warung itu. Seorang lelaki setengah umur membawa sabit besar, telah lama menunggu untuk menyertai kami sebagai penunjuk jalan.

Di pagi yang dingin perjalanan diawali dari warung ini. Melewati pinggir perkebunan kopi. Jalan tanah ditumbuhi rumput dan tanaman lainnya. Lebar jalan makin mengerucut. Embun masih betah menempel di dedaunan. Perjalanan belum setengah jam, Pak Sihab sudah mulai tidak bisa mengikuti irama langkah kami. Napasnya sudah ngos-ngosan. Jalan makin menyempit, kedua tangan kami tidak hentinya menyingkirkan ranting-ranting tanaman dan sulur tanaman yang menghalang jalan.

Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari belakang kami. Kami menoleh. Pak Sihab yang berada di belakang sendiri, berteriak ketakutan. Tangannya sibuk menarik-narik sesuatu dari lengannya. Kemudian terlihat tangannya juga beralih menggamit sesuatu dari lehernya. Kami segera menghampiri.

Beberapa ‘’lintah darat’’ yang berwarna abu-abu kehitaman menempel di beberapa bagian tubuhnya. Penunjuk jalan juga ikut mendekati Pak Sihab. Setelah mengetahui masalahnya, maka dia menuangkan cairan dari botol yang dibawanya ke telapak tangannya. Lalu diusapkan
pada bagian tubuh yang ditempeli lintah. Binatang tak tahu diuntung itu menyusut dan tanggal dari tubuh Pak Sihab.

Kemudian terdengar keterangan sang Penunjuk jalan : ‘’Binatang itu pengisap darah, darah kita bisa habis disedotnya’’. Pak Sihab tampak bergidik dan berkata : ‘’Biarlah saya kembali dan menunggu kalian di warung saja’’.*   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...