Senin, 01 Juli 2013

CERITA HUMOR : KELAS KUTU

KELAS KUTU
(Trilaksito Saloedji

Setelah Dhuhur aku sampai di lahan ‘persil’ (HGU = Hak Guna Usaha) yang dibuka dengan traktor. Aku masih di atas kendaraan ril yang dinamakan ‘draisin’. Nampak ada sebuah ‘traktor crowler’ di pinggir kebun. Mesinnya dalam keadaan mati. Pengemudi dan pembantunya tidak tampak. Mestinya siang ini mereka masih bekerja. Malah telah disetujui mereka lembur sampai dengan pukul lima sore.

Kutunggu beberapa lama. Mandor kebun pun tidak muncul. Angin sepoi-sepoi membuat mata mengantuk. Kulihat arloji, tidak terasa aku di sini sudah lebih setengah jam. Untuk menghilangkan rasa kantuk aku turun dari draisin. Melihat sekeliling kebun yang sangat luas. Ada tebu yang tua, ada tebu muda dengan daun menghijau sedap dipandang mata. Ada tanah kosong yang akan/sedang dibuka secara mekanisasi seperti kebun dihadapanku ini.

Dengan membawa ‘tongkat kebun’ aku berjalan menuju traktor crowler itu. Berbagai pikiran berkecamuk. Apakah pengiriman solar terlambat? Atau pengemudinya sedang pulang untuk suatu keperluan ?. Makin dekat ke traktor, kuamati ‘roda krepyak  traktor’ tersebut. Begitu kokoh dan fleksibel. Aku tidak tahu apakah sistem roda krepyak ini diterapkan lebih dahulu pada kendaraan tank Militer ataukah pada traktor crowler ini ?

Lalu terbayang di kenanganku. Dulu kami siswa Sekolah Pertanian berebut mengemudikan traktor sewaktu praktek kerja membajak tanah. Tetapi setelah aku bekerja tidak ada keinginan sedikitpun untuk mengemudikannya.

Siang ini, tiba-tiba ada keinginan untuk naik dan duduk di belakang kemudi. Dalam sekejap aku sudah di atas. Melihat sekitar kemudi. Masyaallah, ada dua ekor ikan asin digantung dengan rafia. Dan di mukaku, di atas daun dan kertas terhampar nasi yang sudah diacak-acak, ada sambal, tempe goreng dan sayur kacang panjang. Ada apa ini? Apa maksudnya semua ini? Kalau aku di muka cermin mungkin roman mukaku nampak kemerahan membara karena marah.

Kesimpulanku : ada yang tidak beres. Maka sopir draisin kusuruh menjemput mandor kebun setempat yang rumahnya di ‘perkampungan persil’. Setelah mandor itu berada di mukaku, kutunjukkan apa yang kulihat tadi. Dia tidak tahu atau berlagak pilon terhadap situasi ini.
‘’Kebun ini tanggung jawab siapa ?’’ tanyaku.
‘’Saya Pak’’
‘’Siapa yang menyediakan makan siang untuk pengemudi ?’’
‘’Saya Pak’’
‘’Mengapa terjadi seperti ini ?’’
‘’Tidak tahu Pak’’
Aku mulai marah : ‘’Seharusnya kamu tahu. Kamu menyediakan makanan tidak sesuai dengan ketentuan jatah. Kelebihannya kamu ambil untuk keuntunganmu sendiri’’
Mandor itu diam dan menunduk.
‘’Baik kalau kamu tidak mengakui kesalahanmu. Jika besuk pagi pengemudi dan pembantunya tidak datang, atau datang tetapi tidak mau bekerja, semua itu adalah kesalahanmu. Kamu harus bertanggung jawab. Sampai besuk pagi, kita bertemu di sini. Mandor itu tetap tertunduk.
Sinder Wilayah tempat kejadian tersebut, saya tegor. Saya minta besuk pagi masalah ini selesai dan pekerjaan di kebun berjalan normal kembali.

Nasib ‘koruptor kelas kutu’, belum sampai menggigit ‘mangsanya’ sudah tertangkap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...