KELAS KUTU
(Trilaksito Saloedji
Setelah Dhuhur aku sampai di lahan ‘persil’ (HGU = Hak Guna
Usaha) yang dibuka dengan traktor. Aku masih di atas kendaraan ril yang
dinamakan ‘draisin’. Nampak ada sebuah ‘traktor crowler’ di pinggir kebun.
Mesinnya dalam keadaan mati. Pengemudi dan pembantunya tidak tampak. Mestinya siang
ini mereka masih bekerja. Malah telah disetujui mereka lembur sampai dengan
pukul lima sore.
Kutunggu beberapa lama. Mandor kebun pun tidak muncul. Angin
sepoi-sepoi membuat mata mengantuk. Kulihat arloji, tidak terasa aku di sini
sudah lebih setengah jam. Untuk menghilangkan rasa kantuk aku turun dari
draisin. Melihat sekeliling kebun yang sangat luas. Ada tebu yang tua, ada tebu muda dengan daun
menghijau sedap dipandang mata. Ada
tanah kosong yang akan/sedang dibuka secara mekanisasi seperti kebun
dihadapanku ini.
Dengan membawa ‘tongkat kebun’ aku berjalan menuju traktor
crowler itu. Berbagai pikiran berkecamuk. Apakah pengiriman solar terlambat?
Atau pengemudinya sedang pulang untuk suatu keperluan ?. Makin dekat ke traktor,
kuamati ‘roda krepyak traktor’ tersebut.
Begitu kokoh dan fleksibel. Aku tidak tahu apakah sistem roda krepyak ini
diterapkan lebih dahulu pada kendaraan tank Militer ataukah pada traktor crowler
ini ?
Lalu terbayang di kenanganku. Dulu kami siswa Sekolah
Pertanian berebut mengemudikan traktor sewaktu praktek kerja membajak tanah.
Tetapi setelah aku bekerja tidak ada keinginan sedikitpun untuk
mengemudikannya.
Siang ini, tiba-tiba ada keinginan untuk naik dan duduk di belakang
kemudi. Dalam sekejap aku sudah di atas. Melihat sekitar kemudi. Masyaallah,
ada dua ekor ikan asin digantung dengan rafia. Dan di mukaku, di atas daun dan
kertas terhampar nasi yang sudah diacak-acak, ada sambal, tempe goreng dan sayur kacang panjang. Ada apa ini? Apa maksudnya
semua ini? Kalau aku di muka cermin mungkin roman mukaku nampak kemerahan
membara karena marah.
Kesimpulanku : ada yang tidak beres. Maka sopir draisin
kusuruh menjemput mandor kebun setempat yang rumahnya di ‘perkampungan persil’.
Setelah mandor itu berada di mukaku, kutunjukkan apa yang kulihat tadi. Dia
tidak tahu atau berlagak pilon terhadap situasi ini.
‘’Kebun ini tanggung jawab siapa ?’’ tanyaku.
‘’Saya Pak’’
‘’Siapa yang menyediakan makan siang untuk pengemudi ?’’
‘’Saya Pak’’
‘’Mengapa terjadi
seperti ini ?’’
‘’Tidak tahu
Pak’’
Aku mulai
marah : ‘’Seharusnya kamu tahu. Kamu menyediakan makanan tidak
sesuai dengan ketentuan jatah. Kelebihannya kamu ambil untuk keuntunganmu
sendiri’’
Mandor itu diam dan menunduk.
‘’Baik kalau kamu tidak mengakui kesalahanmu. Jika besuk
pagi pengemudi dan pembantunya tidak datang, atau datang tetapi tidak mau
bekerja, semua itu adalah kesalahanmu. Kamu harus bertanggung jawab. Sampai
besuk pagi, kita bertemu di sini. Mandor itu tetap tertunduk.
Sinder Wilayah tempat kejadian tersebut, saya tegor. Saya
minta besuk pagi masalah ini selesai dan pekerjaan di kebun berjalan normal
kembali.
Nasib ‘koruptor kelas kutu’, belum sampai menggigit
‘mangsanya’ sudah tertangkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung di blog ini, sekarang tinggalkanlah jejak kamu di blog ini dengan cara berkomentar di kotak komentar yang sudah disediakan.
Gunakanlah akun Google kamu atau dengan menggunakan name/URL blog yang kamu punya. :-)